Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jokowi: Indonesia Bukan Negara Proteksionis

Indonesia akan beralih ke investor swasta untuk meraih investasi senilai ratusan miliar dolar yang dibutuhkan demi mengembangkan infrastruktur dan sumber daya alam di nusantara.
Presiden Joko Widodo (kanan) berbincang dengan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto, seusai acara pelantikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wakil Gubernur Sandiaga Uno, di Istana Negara, Jakarta, Senin (16/10)./ANTARA -Setpres Agus Suparto
Presiden Joko Widodo (kanan) berbincang dengan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto, seusai acara pelantikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wakil Gubernur Sandiaga Uno, di Istana Negara, Jakarta, Senin (16/10)./ANTARA -Setpres Agus Suparto

Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia akan beralih ke investor swasta untuk meraih investasi senilai ratusan miliar dolar yang dibutuhkan demi mengembangkan infrastruktur dan sumber daya alam di nusantara.

Dalam sebuah wawancara dengan Bloomberg Television, Presiden Joko Widodo yang akrab disebut Jokowi mengatakan bahwa semua proyek besar akan ditawarkan ke sektor swasta.

“Perusahaan-perusahaan pemerintah akan bermitra dengan investor-investor swasta hanya jika tidak ada minat yang cukup di antara para pelaku tersebut. Penggunaan dana dari anggaran nasional menjadi upaya terakhir,” ungkap Jokowi, seperti dikutip dari Bloomberg, Selasa (17/10/2017).

Di tengah masa jabatannya, Jokowi berupaya menyeimbangkan kebutuhan akan lebih banyak investasi asing dengan tekanan dari dalam negeri untuk menjaga ekonomi, terutama sumber daya mineralnya, berada di tangan lokal.

Perbedaan antara pemerintah dan Freeport-McMoRan Inc. mengenai alih kepemilikan mayoritas unit perusahaan tambang asal AS tersebut di Indonesia menunjukkan tantangan itu, sekaligus memicu kekhawatiran bahwa investor dapat beralih dari Indonesia.

“Apakah Indonesia negara proteksionis? Tidak. Kami terbuka untuk investor. Kami telah memangkas daftar negatif (investasi) untuk memungkinkan lebih banyak investor asing. Ini menunjukkan bahwa Indonesia terbuka,” tegas Jokowi.

Jokowi telah berupaya mendorong investasi dalam manufaktur dan layanan bernilai tambah untuk menyamai keberhasilan negara-negara seperti Korea Selatan.

Dia menginginkan perusahaan-perusahaan pertambangan membangun smelter daripada mengekspor komoditas mentah, serta melakukan divestasi saham mayoritas pada bisnis mereka.

Meski dapat membantu prospeknya untuk terpilih kembali dalam agenda pemilihan presiden berikutnya, strategi itu juga dapat merongrong upaya untuk menghasilkan lebih banyak lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan.

Pada tahun 2016, Newmont Mining Corp. dan BHP Billiton Ltd. hengkang dari Indonesia. DP World Ltd., perusahaan milik Dubai yang mengoperasikan pelabuhan mulai dari China hingga Amerika Selatan, bulan lalu menyatakan bahwa pihaknya tidak akan memperpanjang konsesi.

Konsesi untuk bersama-sama mengoperasikan terminal di negara ini tidak akan diperpanjang melebihi tahun 2019 karena persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah dianggap tidak menguntungkan.

Sementara itu, Jokowi membutuhkan investasi asing untuk membiayai rencana infrastruktur ambisiusnya. Bank Dunia memperkirakan Indonesia akan membutuhkan US$500 miliar selama lima tahun ke depan untuk membangun jalan, pelabuhan, dan jembatan.

Jokowi pun berkomitmen untuk menegosiasi ulang kontrak dengan perusahaan-perusahaan asing. Baru-baru ini dia memerintahkan penegakan peraturan yang ketat yang mengharuskan produsen menggunakan lebih banyak komponen lokal.

Aturan ini diperlukan untuk mengurangi ketergantungan pada impor dan mendorong investasi di pabrik.

Pada saat bersamaan, dia menerapkan beberapa reformasi bisnis untuk menarik investor. Dia menjanjikan adanya one stop shop dalam hal mendapatkan persetujuan untuk mempercepat proyek serta mengizinkan kepemilikan asing penuh atas bisnis seperti pengelolaan jalan tol, cold storage, dan bioskop.

Jokowi mengatakan bahwa upaya reformasi oleh pemerintah belum selesai dilakukan dan akan meninjau undang-undang ketenagakerjaan.

“Kami akan terus memiliki lebih banyak sektor yang terbuka bagi orang asing untuk menginvestasikan uang mereka di Indonesia,” katanya. “Memang, fokus kami masih di industri, manufaktur, film, bioskop, dan industri kreatif. Ada banyak dan yang terpenting adalah pariwisata, kita juga akan membukanya.”

Kemungkinan penghambat investasi lainnya adalah dominasi perusahaan milik negara dalam perekonomian. Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim mengatakan pada bulan Juli bahwa Indonesia harus menurunkan ketergantungannya pada perusahaan negara untuk melakukan proyek.

Terkait hal ini, Jokowi mengatakan bahwa dia telah memerintahkan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mengurangi jumlah perusahaan umum yang menjalankan segala hal dengan cara menggabungkan beberapa di antaranya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper