Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penyederhanaan Beleid Importasi Garam, Ini Kata Gapmmi

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi S. Lukman sebelumnya menyatakan bakal mendukung usulan adanya penyatuan jenis garam dalam regulasi impor komoditas tersebut. Hal itu untuk menghindari distorsi yang kerap terjadi akibat pembagian garam konsumsi dan garam industri
Petani memanen garam di Desa Kedungmalang, Jepara, Jawa Tengah, Sabtu (19/8)./ANTARA-Yusuf Nugroho
Petani memanen garam di Desa Kedungmalang, Jepara, Jawa Tengah, Sabtu (19/8)./ANTARA-Yusuf Nugroho

Bisnis.com, JAKARTA- Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi S. Lukman sebelumnya menyatakan bakal mendukung usulan adanya penyatuan jenis garam dalam regulasi impor komoditas tersebut. Hal itu untuk menghindari distorsi yang kerap terjadi akibat pembagian garam konsumsi dan garam industri.

Dia menjelaskan saat ini pasokan garam dari berbagai belahan dunia sebagian besar merupakan spesifikasi garam industri. Namun, akibat adanya pembagian dalam regulasi di Tanah Air, industri kerap kesulitan mendapatkan izin impor.

“Kalau pada saat panen cukup banyak, industri tidak boleh impor. Padahal industri butuh spek khusus industri,” jelasnya.

Dengan penyatuan, sambungnya, akan mengurangi distorsi yang kerap terjadi dalam pemenuhan kebutuhan komoditas itu. Adhi mengatakan saat ini kebutuhan industri mamin mencapai 450.000 ton per tahun.

Seperti diketahui, Permendag 125 ditetapkan pada akhir 2015 dan mulai berlaku pada April 2016. Dalam beleid tersebut, garam industri dan garam konsumsi dibedakan berdasarkan persentase kandungan natrium klorida (NaCl).

Untuk garam konsumsi, besaran kandungan NaCl adalah paling sedikit 94,7% sampai dengan kurang dari 97% sedangkan untuk kebutuhan industri kandungannya adalah 97%. Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (Aipgi) mencatat kebutuhan garam nasional mencapai 3,7 juta ton per tahun dengan pembagian 450.000 ton untuk industri aneka pangan, 1,7 juta ton untuk industri kimia, serta 200.000 ton untuk pengeboran minyak. (

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper