Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah menilai daya saing Indonesia membaik pada 2017 dibandingkan dengan tahun lalu dan menduduki peringkat ke-36 atau naik lima peringkat dibandingkan dengan 2016.
Menurut World Economic Forum (WEF) tentang Global Competitiveness Index 2017-2018, daya saing Indonesia secara global tahun ini berada pada posisi ke-36 dari 137 negara. Indonesia pada tahun lalu menempati posisi ke-41, sedangkan pada 2015 berada di urutan ke-37 dari 140 negara. Adapun peringkat terbaik yang pernah didapat Indonesia pada 2014 dengan menempati urutan ke-34 dari 144 negara.
Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto menilai peningkatan daya saing Indonesia di kancah global menunjukkan bahwa produk industri nasional semakin kompetitif di pasar domestik maupun ekspor. Capaian ini tidak terlepas peran dari manufaktur dalam negeri yang memanfaatkan teknologi digital terkini serta aktif melakukan kegiatan riset untuk menciptakan inovasi.
“Guna mendongkrak daya saing Indonesia dan memperoleh manfaat dari perubahan sistem global di era Industry 4.0 saat ini, hal penting yang harus dibangun adalah penguatan inovasi di sektor industri,” kata Airlangga dalam siaran pers, Sabtu (30/9/2017).
Hasil publikasi tahun ini juga menyebutkan bahwa Indonesia menempati peringkat ke-31 dalam inovasi dan ke-32 untuk kecanggihan bisnis. Bahkan, Indonesia dinilai sebagai salah satu inovator teratas di antara negara berkembang, bersama dengan China dan India .
“Di dalam global value chain, nilai tambah terbesar produk industri dihasilkan pada proses R&D dan purna jual, kemudian diikuti proses branding, pemasaran, desain, dan distribusi,” ungkapnya.
Kemenperin mencatat, keunggulan yang telah dicapai Indonesia antara lain sebagai eksportir pakaian jadi terbesar ke-14 di dunia dan ke-3 di Asean dengan nilai ekspor mencapai US$7,1 miliar pada 2016. Kemudian, untuk produk alas kaki, Indonesia berada pada peringkat ke-6 di dunia dengan market share sebesar 3,6% dan nilai ekspor mencapai US$4,5 miliar.
“Perhiasan juga menjadi salah satu andalan ekspor Indonesia karena mampu memberikan kontribusi senilai US$4,1 miliar terhadap devisa negara. Bahkan, nilai ekspor untuk produk kerajinan mencapai US$173 juta,” sebutnya.
Menteri Airlangga juga telah mengajak agar industri nasional baik skala besar maupun sektor IKM dapat memanfaatkan perkembangan teknologi digital terkini dalam upaya kesiapan menghadapi era Industry 4.0. Sistem ini berpeluang membangun produksi manufaktur yang lebih inovatif dan berkelanjutan. Bahkan, menaikkan efisiensi dan mengurangi biaya sekitar 12%-15%.
Misalnya, penggunaan teknologi internet of things atau mengintegrasikan kemampuan internet dengan lini produksi di industri. Selain itu, terdapat pula teknologi digital seperti Big Data, Autonomous Robots, Cybersecurity, Cloud, dan Augmented Reality. Sejumlah sektor industri nasional yang siap menghadapi Industry 4.0 karena telah menerapkan teknologi manufaktur yang modern, di antaranya industri semen, petrokimia, otomotif, serta makanan dan minuman.