JAKARTA — Pelaku usaha keberatan atas keputusan pemerintah mengubah proses pengawasan di luar kawasan pabean atas produk impor besi atau baja, baja paduan, dan produk turunannya dengan tonase kurang dari satu ton.
Ketentuan itu nantinya akan tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 63 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Permendag Nomor 82 Tahun 2016 tentang Ketentuan Impor Besi atau Baja, Baja Paduan, dan Produk Turunannya.
Dalam rancangan Permendag 63 Tahun 2017 yang diterima Bisnis, disebutkan bahwa pemeriksaan terhadap impor komoditas itu dilakukan setelah melalui kawasan pabean dan tidak mewajibkan hasil verifikasi atau penulusuran teknis dalam bentuk Laporan Surveyor (LS) sebagai dokumen pelengkap pabean.
Ketentuan tersebut tertuang dalam Pasal 12A yang merupakan salah satu poin penambahan dari aturan sebelumnya. Sebelumnya, proses pengawasan dilakukan sebelum barang melintas di kawasan pabean dan mewajibkan LS sebagai dokumen pelengkap.
Aturan pengawasan tertuang dalam Pasal 12B yang menyebutkan bahwa proses pemeriksaan terhadap impor dilakukan di gudang atau tempat penyimpanan sebelum komoditas itu digunakan oleh importir. Dalam proses pengawasan, importir diwajibkan mengajukan permohonan pemeriksaan secara tertulis terhadap besi atau baja, baja paduan, dan produk turunannya yang telah diimpor kepada Direktur Impor Kementerian perdagangan.
Sejumlah bukti persyaratan yang wajib dilampirkan antara lain bukti penguasaan gudang atau tempat penyimpanan, persetujuan impor, laporan surveyor, serta surat perintah pengeluaran barang yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan.
Baca Juga
Selain mengubah proses pengawasan, beleid tersebut memberikan kelonggaran bagi importasi produk besi atau baja, baja paduan, dan produk turunannya dengan volume impor kurang dari satu ton. Penegasan itu tertuang dalam Pasal 22 Ayat 1e dan Ayat 2b.
Saat dikonfirmasi, Direktur Impor Kementerian Perdagangan (Kemendag) Veri Anggrijono mengungkapkan dua hal tersebut memang menjadi inti dari perubahan Permendag 82 Tahun 2017. Aturan itu sejalan dengan upaya pemerintah mengurangi hambatan terhadap impor yang kini tengah dikerjakan di tingkat lintas kementerian.
“Jadi intinya gini, pengawasan impor menjadi post border serta kemudahan bagi pelaku usaha. Secara spesifik, untuk importir yang mengimpor di bawah satu ton itu bebas Surat Persetujuan Impor [SPI] tetapi harus tetap verifikasi,” paparnya kepada Bisnis, Selasa (12/9).
Aturan tersebut, sambungnya, sejalan dengan arahan Presiden yang menginginkan adanya kemudahan bagi para pelaku usaha. Pemerintah memberikan fleksibilitas khususnya bagi importir dengan volume di bawah satu ton.
Beban Birokrasi
Sekretaris Gabungan Industri Produk Kawat Baja Indonesia (Gipkabi) Hartarto Ciputra menilai aturan tersebut justru menambah proses birokrasi. Pasalnya, barang yang diimpor nantinya akan menumpuk di gudang karena harus menunggu proses verifikasi sebelum digunakan.
Hartarto menjelaskan sebelumnya barang bisa langsung digunakan begitu tiba di gudang importir.
“Kita gudang kan terbatas, barang sekali datang 1.000—2.000 metrik ton (mt) langsung dipilah dan ditaruh sesuai grade masing-masing. Sekarang terpaksa harus cari tempat buat taruh sementara tunggu inspeksi,” jelasnya.
Dia mengusulkan agar permohonan izin pemeriksaan bisa dilakukan secara daring. Dengan demikian, proses pengawasan barang nantinya justru tidak menghambat penggunaan barang yang diimpor.
Direktur Eksekutif Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA) Hidayat Triseputro mengatakan telah mendengar kabar bahwa nantinya pemeriksaan bakal diubah menjadi di gudang importir. Namun, dia belum mengetahui lebih lanjut teknis pelaksanaan aturan tersebut di lapangan.
Kendati demikian, dia meminta kepada pemerintah tetap menjalankan fungsi kontrol bagi importasi produk baja. Selama ini, pengetatan yang dilakukan menurutnya telah cukup berhasil menjaga industri di dalam negeri.
“Yang saya sudah dengar nanti ada surveyor yang ditunjuk untuk memerika gudang-gudang importir,” imbuhnya.