Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Lahan Garam: Pemerintah Ultimatum Pemegang HGU Tambak

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah mengultimatum perusahaan pemegang hak guna usaha lahan 3.700 hektare di Teluk Kupang, Nusa Tenggara Timur, agar secepatnya mencari partner untuk memanfaatkan lahan yang semula hendak digunakan untuk tambak garam itu.
Ilustrasi/Antara-Mohamad Hamzah
Ilustrasi/Antara-Mohamad Hamzah

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah mengultimatum perusahaan pemegang hak guna usaha lahan 3.700 hektare di Teluk Kupang, Nusa Tenggara Timur, agar secepatnya mencari partner untuk memanfaatkan lahan yang semula hendak digunakan untuk tambak garam itu.

Berdasarkan penelusuran Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR), lahan itu menganggur. Perusahaan itu hingga kini belum memulai kegiatan pertambakan, padahal perusahaan telah mengantongi HGU sejak 1992.

Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil mengatakan akan memberi waktu 90 hari terhitung mulai esok hari, (Selasa, 15/8), kepada perusahaan itu untuk mencari mitra kerja sama. Pemerintah mengarahkan agar kerja sama dilakukan dengan PT Garam (Persero) yang dianggap sudah berpengalaman mengelola ladang garam.

"Kami berikan peringatan, kalau you [pemegang HGU] enggak gunakan dalam 90 hari, [HGU] akan dibatalkan," katanya, Senin (14/8/2017).

Selanjutnya, sambung dia, HGU bisa diserahkan kepada pihak lain. Sofyan tak menutup kemungkinan HGU itu diserahkan kepada PT Garam.

"Kami minta mereka kerja sama dulu secara B to B [business to business]. Kalau enggak tercapai, baru diselesaikan dengan cara lain," jelas Sofyan.

Dirjen Pengelolaan Tata Ruang Kementerian Kelautan dan Perikanan Brahmantya Satyamurti mengatakan HGU perusahaan itu termasuk ke dalam 5.000 ha lahan menganggur di Teluk Kupang.

Pekan lalu dia menyebutkan terdapat lahan menganggur 5.000 ha di Teluk Kupang dan 1.700 di Nagekeo yang potensial untuk tambak garam. Menurut versi Kementerian ATR, lahan menganggur di Nagekeo seluas 700 ha (Bisnis, 8/8/2017).

Penanganan lahan menganggur di NTT merupakan langkah awal ekspansi lahan garam ke Indonesia timur. Ekstensifikasi tambak sebenarnya sudah berulang kali dilontarkan pemerintah setiap kali produksi garam nasional merosot. Tahun lalu, produksi garam rakyat hanya 144.009 ton, padahal kebutuhan garam konsumsi setiap bulan saja 140.000 ton. Kelangkaan membuat harga garam di dalam negeri meroket hingga Rp5.000 per kg.

Soal perluasan lahan yang terkatung-katung, Menko Maritim Luhut B. Pandjaitan bahkan menyiratkan akan menindak tegas pihak-pihak yang mengklaim 'lahan tidur' di NTT karena telah menghambat ekstensifikasi tambak garam ke provinsi itu.

"Kami minta tegas saja. Sepanjang untuk kepentingan nasional, tidak ada yang boleh menghambat. Orang-orang yang menguasai lahan tidur, telantar tadi itu, menghambat sebetulnya," katanya.

Hak Ulayat
Sementara itu, Kementerian ATR kembali memberikan HGU tanah ulayat warga di Bipolo seluas 225 ha kepada PT Garam. BUMN itu sebelumnya telah mengantongi HGU seluas 400 ha di lokasi yang sama.

"Begitu PT Garam bikin ladang garam 400 ha, dia [masyarakat] lihat produktivitasnya tinggi, masyarakat menawarkan untuk ikut serta. Jadi nanti hubungannya adalah plasma-inti saja," jelas Sofyan.

Sebelumnya, mantan Direktur PT Garam Achmad Budiono menyampaikan perseroan telah meneken perjanjian kerja sama dengan warga pemilik lahan di Bipolo dan memperoleh konsesi selama 30 tahun.

Dengan konsesi itu, perseroan memanfaatkan lahan tak produktif untuk menanam garam. Pemilik lahan tidak mengeluarkan uang sepeser pun. Seluruh biaya ditanggung oleh PT Garam. Perusahaan membelanjakan Rp25 miliar-Rp30 miliar dari kas internal untuk sarana pergudangan.

Menurutnya, konsesi 30 tahun sesungguhnya sangat menguntungkan. Dalam hitungan PT Garam, investasi yang dikerahkan perusahaan sudah mencapai titik impas (break even point) pada tahun ketiga. Selanjutnya, PT Garam dan pemilik tanah ulayat menerapkan profit sharing. Di atas tanah ulayat itu pula, PT Garam telah menguji coba tanam garam pertengahan Juli dan melakukan panen perdana 30 ton garam kualitas I pada Agustus tahun lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper