Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengatakan proses pembayaran selisih harga jual atau rafaksi minyak goreng senilai Rp474 miliar terus berjalan.
Zulhas menyebut telah memberikan arahan kepada Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Isy Karim untuk menyerahkan dokumen hasil verifikasi PT Sucofindo ke Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
“Suratnya sudah dijawab oleh Pak Isy Karim. Silakan aja ke BPDPKS, kan bukan saya yang bayar,” kata Zulhas kepada awak media di Sunter, Jakarta Utara, Sabtu (4/5/2024).
Ketika dikonfirmasi, Isy menyebut bahwa pihaknya telah memberikan dokumen hasil verifikasi PT Sucofindo ke BPDPKS pada pekan lalu.
Saat ini, Kemendag tengah berkomunikasi dengan BPDPKS untuk menyinkronkan sejumlah poin yang ada dalam dokumen tersebut.
Dia mengharapkan, pembayaran rafaksi minyak goreng senilai Rp474 miliar tersebut dapat segera diselesaikan sebelum masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) berakhir.
Baca Juga
“InsyaAllah mudah-mudahan [selesai pembayarannya]. Pokoknya kita selesaikan dulu,” pungkasnya.
Sebagai informasi, proses pembayaran baru dapat dilaksanakan jika Kemendag telah memberikan hasil verifikasi PT Sucofindo ke BPDPKS.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut B. Pandjaitan, dalam Rapat Koordinasi Pembayaran Rafaksi Minyak Goreng pada Maret 2024 telah menginstruksikan kementerian/lembaga terkait untuk segera menyelesaikan permasalahan yang telah berlangsung selama dua tahun itu.
“Ini sebenarnya nggak boleh terjadi seperti ini,” kata Luhut, Senin (25/3/2024).
Dalam instruksinya, Luhut meminta BPDPKS untuk membayar sebesar Rp474,80 miliar kepada pengusaha yang dulu terlibat dalam menjual minyak goreng kemasan satu harga sebesar Rp14.000 per liter sebagaimana arahan Permendag No.3/2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan Untuk Kebutuhan Masyarakat Dalam Kerangka Pembiayaan Oleh BPDPKS.
Adapun, jumlah utang rafaksi yang terverifikasi oleh PT Sucofindo sebesar Rp474,80 miliar atau 58,43% dari total nilai yang diajukan oleh 54 pelaku usaha sebesar Rp812,72 miliar.
Perbedaan hasil verifikasi ini terjadi lantaran mayoritas pelaku usaha tak melengkapi bukti penjualan sampai ke pengecer, biaya distribusi, dan ongkos angkut yang tidak dapat diyakini dan penyaluran maupun rafaksi melebihi 31 Januari 2022.