Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

RUMAH BERSUBSIDI: Apernas Sudah Bangun 3.000 Unit

Asosiasi Pengembang Rumah Sederhana Sehat Nasional (Apernas) mencatat hingga memasuki awal Juli ini telah membangun sebanyak 3.000 unit rumah bersubsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah atau MBR.
/Bisnis.com
/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pengembang Rumah Sederhana Sehat Nasional (Apernas) mencatat hingga memasuki awal Juli ini telah membangun sebanyak 3.000 unit rumah bersubsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah atau MBR. 

Ketua Umum DPP Apernas Aris Suwirya mengatakan pembangunan 3.000 unit tersebut merupakan salah satu bentuk dukungan tehadap Program Satu Juta Rumah yang menjadi salah satu program prioritas nasional di Indonesia.

Ke depan, lanjutnya, pihaknya akan terus melanjutkan capaian tersebut karena apara pengembang yang tergabung dalam asosiasi ini berkomitmen fokus pada penyedia rumah bersubsidi. 

“Kami berkomitmen membantu program pemerintah dalam menyediakan rumah murah yang sehat,” katanya Kamis (6/7)

Pembangunan 3.000 rumah bersubsidi itu tersebar di beberapa daerah diantaranya Sulawesi, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Selatan, Samarinda dan Nunukan. Daerah-daerah tersebut merupakan wilayah yang masih mempunya ketersediaan lahan memadai untuk proyek rumah bersubsidi.

Khusus di daerah Nunukan, Aris melanjutkan, pengembang Apernas membangun sebanyak 1.000 unit rumah untuk masyarakat yang tinggal di daerah perbatasan.  Namun, tidak tertutup kemungkinan di beberapa daerah lainnya juga akan membangun rumah-rumah sederhana.

Aris menambahkan secara keseluruhan pada tahun ini pihaknya menargetkan pembangunan sebanyak 10.000 rumah untuk MBR. Bagi Apernas, paling penting dari target tersebut yakni setiap anggotanya dapat terus menjalankan pembangunan yang nyata di lapangan.

Apernas juga terus berkoordinasi dengan pemerintah khususnya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dalam proses pembangunan. Selain aktif mengikuti berbagai kegiatan sosialisasi kebijakan terkait bidang perumahan, pihaknya juga tetap melaporkan data hasil pembangunan untuk capaian data Program Satu Juta Rumah.

Beberapa waktu belakangan ini pihaknya sempat mengalami kesulitan dalam penjualan rumah bersubsidi karena kurang aktifnya bank penyalur kredit subsidi atau  Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) di daerah-daerah. 

“Untuk itu kami berharap bank penyalur FLPP lebih pro aktif untuk menginformasikan rumah-rumah bersubsidi yang dibangun pengembang di daerah. Jangan sampai ada anggapan pasokan rumah bersubsidi tidak ada. Kami upayakan pasokannya tetap ada bagi masyarakat berpenghasilan rendah,” ujarnya.

Para pengembang juga menyoroti tentang lamanya waktu pencairan kredit konstruksi bagi rumah bersubsidi oleh perbankan di daerah. Padahal pengembang telah memasukan data-data lengkap konsumen yang ingin membeli rumah bersubsidi.

“Kami juga minta perbankan untuk mengutamakan kredit kontruksi untuk pengembang rumah bersubsidi. Prosesnya juga kalau bisa dipercepat. Ini kadang-kadang rumah sudah jadi seratus,  data konsumen juga sudah masuk seratus, sementara pencairan kreditnya waktunya lama, sebulan kadang hanya dua unit. Kondisi Ini kan jadi membuat pengembang sulit bergerak cepat di lapangan.”

Sebelumnya, hal serupa juga dikeluhkan Ketua Umum DPP Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Soelaeman Soemawinata. Para pengembang REI mengatakan sepanjang semester I/2017 lalu permintaan akan kredit pemilikan rumah atau KPR terbilang tinggi, namun prosesnya lama.  REI juga terus melakukan evaluasi sejumlah transaksi di daerah.

“Di Kalimantan Selatan ada sekitar 6.000 unit, Sulawesi Selatan 8.000 unit pengajuan KPR tetapi mereka belum bisa seluruhnya menerima unit karena proses yang cukup lama," katanya.

Eman, sapaan akrab Soelaeman menilai hal tersebut mengindikasi belum ada kesiapan yang baik akan permintaan KPR di perbankan. Menurutnya, ada hambatan di perbankan yang belum memiliki alternatif bank lain seperti Bank daerah yang belum dimanfaatkan secara maksimal.

Padahal sisi, target pengembang kalau belum ada akad tetap harus menyelesaikan bunga kredit konstruksi.

“hambatan itu ada di Bank BTN kami berharap bisa segera diselesaikan. Kami pun mulai bulan lalu akan rutin melakukan pertemuan dengan BTN untuk mengevaluasi secara pasti realisasi KPR FLPP di lapangan.”

Sementara itu, Kementerian PUPR terus mengimbau agar Bank Pembangunan Daerah atau BPD semakin aktif untuk menyalurkan KPR FLPP. Melalui PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) saat ini ada sekitar empat BPD yang saat ini masih dalam proses untuk mendapat kucuran pembiayaan yakni BPD Sulselbar, BPD Sultra, BPD NTT, BPD Jambi, dan BPD Lampung.

Sebelumnya, SMF sudah bekerja sama dengan 13 BPD dalam menyalurkan pembiayaan dan diharapkan tahun ini dapat menggaet komitmen hingga 26 BPD. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper