Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tekstil Majalaya Minta Pembinaan Pasar Ekspor

Pelaku usaha tekstil sarung Majalaya, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, berharap pemerintah memberikan pembinaan pasar bagi mereka.
Pekerja menyelesaikan pembuatan kerudung sablon/Antara-Adeng Bustomi
Pekerja menyelesaikan pembuatan kerudung sablon/Antara-Adeng Bustomi

Bisnis.com, BANDUNG - Pelaku usaha tekstil sarung Majalaya, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, berharap pemerintah memberikan pembinaan pasar bagi mereka.

Pasalnya, pasar mereka di dalam negeri sudah dinilai jenuh sehingga perlu dilakukan ekspansi dengan menggarap ekspor.

Direktur Utama PT Satya Sumba Cemerlang, salah satu perusahaan tekstil di Majalaya, Satya Natapura mengatakan, pasar sarung di dalam negeri saat ini hanya mengandalkan keberadaan Pasar Tanah Abang, Jakarta, yang bisa menjual produk mereka ke sejumlah daerah di Indonesia seperti Sumatera hingga Kalimantan.

"Terbesar itu kita jual ke Tanah Abang. Memang ada juga Solo dan Surabaya tapi volumenya kecil. Kan kita tidak bisa mengandalkan yang itu-itu saja tapi harus ekspansi kalau pengen maju," katanya, kepada Bisnis, Senin (5/6/2017).

Menurutnya, selama ini pemerintah dalam hal ini Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan tidak pernah melibatkan pelaku usaha tekstil sarung dalam pelaksanaan program mereka.

Padahal, pelaku usaha tekstil Majalaya sekalipun saat ini tinggal 15 pengusaha yang bertahan, tapi sanggup menyerap tenaga kerja hingga 10.000 orang.

Besarnya, jumlah tenaga kerja yang terserap karena proses produk ini terbilang panjang sejak dari proses tenun, penjahitan, lipat hingga cap dan perbaikan.

Pengusaha cemburu karena selama ini belum ada perhatian ataupun stimulus terhadap keberlangsungan usaha mereka.

Yang dibutuhkan pengusaha tekstil Majalaya bukanlah pembinaan teknis seperti membuat motif, desain hingga kualitas tenunan karena pengusaha telah lama menguasainya, tapi membuka market untuk eskpor.

"Karena untuk membuat market baru itu costnya besar. Kalau pun Bandung ada Pasar Baru itu tidak banyak meningkatkan penjualan karena pembeli yang datang dari Malaysia maupun Singapura cendrung ritel," ucapnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan (Diskoperindag) Kabupaten Bandung Popi Hopipah mengakui belum maksimal dalam melakukan pembinaan terhadap para pelaku usaha setempat. Meski begitu bukan berarti pihaknya tidak pernah melibatkan mereka.

"Buktinya kami melibatkan mereka dalam pengembangan batik khas Kabupaten Bandung," ucapnya.

Pihaknya berharap jika batik khas Kabupaten Bandung ini bisa semakin dikenal masyarakat, tidak hanya di wilayah Kabupaten Bandung tapi juga untuk wilayah Jawa Barat dan Nasional.

PENJUALAN MENINGKAT

Pada bulan puasa tahun ini, penjualan produk tekstil sarung Majalaya diakuinya mengalami peningkatan hingga 60%.

Sekalipun, setiap memasuki Ramadan selalu mengalami peningkatan penjualan, tapi penjualan tahun ini lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya 20%.

Satya Natapura menjelaskan, melonjaknya permintaan pasar pada tahun ini disebabkan karena meningkatnya daya beli masyarakat dan kampanye penggunaan sarung Malajaya oleh pemda.

"Hanya, yang laku di pasaran itu adalah sarung untuk kelas menengah ke bawah yang harganya Rp600.000 per kodinya. Kalau yang harganya Rp900.000 per kodinya memang kurang peminatnya dan diproyeksikan ekspor," ucapnya.

Menurutnya, lonjakan permintaan pasar ini dialami oleh semua pelaku usaha sarung tekstil asal Majalaya. Selama ini, produk sarung Majalaya terbilang tidak ada saingan, kalaupun ada produk impor kurang diminati konsumen Indonesia karena cokraknya.

Produk asing yang masuk ke Indonesia berasal dari India dan negara Timur Tengah. Loyalitas konsumen dalam negeri menjadi sebuah potensi besar yang bisa dimanfaatkan.

Namun  tentu saja untuk membesar industri dalam negeri ini tidak sepenuhnya bisa dilakukan oleh pengusaha, perlu campur tangan pemerintah termasuk soal pengembangan pasar ke luar negeri.

"Contohnya, pelaku usaha itu mengharapkan pemerintah membuat showroom di Abudabi seperti yang dilakukan China. Kita hanya perorang yang disana yang membuat itu sehingga pasti kalah bersaing," ucapnya.

Meski begitu diakuinya, ada perhatian pemerintah saat industri tekstil Majalaya terpuruk pada 2015 silam. Saat itu pemerintah baik pusat maupun daerah mempromosikan agar masyarakat menggunakan sarung Majalaya. Hanya, intervensi pemerintah tak cukup disitu.

"Saat ini dalam sebulan kami bisa produksi 500 kodi sarung. Ada juga yang sampai 2.000 kodi," paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Herdi Ardia
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper