Bisnis.com, JAKARTA - Perum Perhutani mencatat laba perusahaan sebesar Rp121 miliar pada kuartal pertama 2017. Ini sekaligus memperlihatkan kinerja positif atau meningkat 138% dibanding tahun lalu year of year yang merugi Rp321 miliar.
Laporan keuangan perusahaan menunjukkan sampai akhir Maret 2016, Perhutani mengalami kerugian Rp321 miliar, ditambah masih banyak kewajiban yang belum terpenuhi seperti kewajiban pajak, tambahan dana pensiun, peningkatan status karyawan.
Direktur Utama Perum Perhutani Denaldy M Mauna menilai kinerja keuangan yang positif pada kuartal pertama ini karena upaya transformasi bisnis yang dilakukan, ditopang dengan penurunan biaya pokok penjualan dan biaya usaha.
"Meskipun dari sisi pendapatan juga belum sesuai harapan karena lesunya pasar dunia untuk produk kayu dan gondorukem sebagai andalan bagi Perhutani," tuturnya dalam keterangan resmi, Sabtu (27/5/2017).
Selain itu, Perum Perhutani juga dinilai berhasil melakukan transformasi bisnis ditandai penghargaan The Most Promosing Company in Marketing 3.0 dalam ajang Marketeers Awards 2017 yang diterima Perum Perhutani awal Mei kemarin. Penghargaan ini mengapresiasi kinerja Perhutani dari sisi pemasaran mulai dari tingkat strategic, taktik, hingga ke implementasi branding campaign, dimana titik berat penilaian termasuk inovasi yang dilakukan di era digitalisasi.
Denaldy menambahkan tantangan di Perhutani, menjual kayu dengan variasi tinggi diyakini hanya bisa dijual secara konvensional. Penjualan secara online selama ini dipersepsikan hanya untuk produk-produk yang variasinya tidak tinggi. Tetapi melalui proses ujicoba dan mekanisme ketat, Perhutani bisa mewujudkan penjualan kayu secara online melalui online Toko Perhutani. Melalui mekanisme online ini transaksi jual beli kayu menjadi transparan.
Denaldy menyatakan bahwa keberhasilan itu adalah bagian dari rangkaian transformasi bisnis yang tengah dilakukan di perusahaan pelat merah tersebut, sejak dirinya mendapat mandat sebagai Direktur Utama Perum Perhutani pada akhir bulan Agustus 2016.
"Pada saat saya masuk ke Perhutani, kondisi perusahaan beberapa tahun terakhir menunjukan kinerja yang terus memburuk dari sisi kinerja keuangan, operasional serta kualitas sumberdaya hutannya," katanya.
Data statistik lima tahun terakhir (2010–2015) menggambarkan secara objektif kondisi tersebut dan tahun 2016 merupakan tahun tersulit, yang mengharuskan perusahaan bertransformasi dengan cepat bila ingin tetap exist.
"Ketika perusahaan tidak sehat, menyelesaikan masalahnya tidak bisa dengan pendekatan biasa dan parsial. Namun harus dilihat pula bagaimana struktur organisasi, operasional, keuangan dan budaya kerja yang ada di perusahaan selama ini," imbuhnya.