Bisnis.com, LONDON— Keputusan Inggris untuk keluar dari Uni Eropa nampaknya tidak membuat luntur rasa optimisme sejumlah perusahaan Inggris yang meyakini kondisi ekonomi negaranya masih tetap stabil dalam 18 bulan kedepan.
Berdasarkan survei yang dilakukan pada Senin (3/4/2017), ekonomi Inggris mengalami laju pertumbuhan tercepat kedua dibandingkan dengan pertumubuhan ekonomi pada tahun lalu.
Meski pada tahun ini permintaan konsumen memudar dalam menghadapi lonjakan inflasi, Bank of England berharap investasi bisnis akan terus tumbuh di tahun ini.
Akuntan Deloitte mengatakan kepala bagian keuangan (CFO) yang memutuskan rencana investasi di beberapa perusahaan terbesar Inggris adalah yang paling optimis sejak Juni 2015.
Sebanyak 31% CFO yang disurvei bulan lalu mengatakan mereka lebih optimistis tentang prospek perusahaan mereka dari tiga bulan sebelumnya, naik dari 27% pada Desember dan hanya 3% segera setelah referendum pada Juni 2016 silam.
“Sektor korporasi Inggris memasuki tahap negosiasi dari Brexit jauh lebih baik dibandingkan tahun lalu, referendum," kata David Sproul, partner senior di Deloitte.
Sebagian 26% CFO mengatakan mereka masih berharap untuk mengurangi belanja modal karena Brexit dan rencana 30% untuk memperlambat perekrutan, meskipun sebagian lainnya berencana memangkas investasi dan pekerjaan setelah referendum.
Hanya 26% dari CFO yng beranggapan saat ini adalah waktu yang baik untuk mengambil risiko-- meningkat dari 3% setelah referendum, namun jauh di bawah 51% yang dipersiapkan untuk menambah risiko untuk neraca perusahaan mereka di Juni 2015.
Perdana Menteri pekan lalu Theresa May secara resmi kepada Uni Eropa bahwa dia ingin memulai dua tahun pembicaraan keluar.
“Bisnis akan berharap bahwa Inggris dapat mengamankan kesepakatan terbaik pada perdagangan dan akses pasar, tetapi harus terus merencanakan untuk keluar [dari Uni Eropa] pada 2019, negosiasi perdagangan, dan fase transisi ,” kata Sproul.
Survei Deloitte dilakukan antara Maret 8 dan 22 Maret dan didasarkan pada tanggapan dari 130 CFO, termasuk 25 dari 100 perusahaan terbesar Inggris yang terdaftar, dan 53 perusahaan mid-cap. peserta lainnya termasuk direktur keuangan, perusahaan swasta dan anak perusahaan British dari perusahaan asing.
Sebelumnya, Indeks Manajer Pembelian (PMI) melaporkan pertumbuhan ekonomi Inggris secara tak terduga kembali menguat setelah lama terjun akibat pengambilan suara untuk Brexit pada Juni 2016 silam selain diakibatkan merosotnya nilai poundstreling pasca referendum.
Survei serupa menunjukkan aktivitas di zona euro dan dua negara dengan ekonomi terbesar, Jerman dan Perancis, mencapai titik tertinggi dalam enam tahun pada Maret kemarin.
Penyedia indeks IHS Markit akan merilis survei PMI untuk Inggris bidang manufaktur, konstruksi dan jasa pada hari Senin, Selasa dan Rabu masing-masing, dengan data resmi untuk manufaktur dan output konstruksi untuk Februari.
Para ekonom yang disurvei Reuters berharap PMI untuk sektor jasa yang dominan akan berada di angka 53,5 pada Maret mengingat Februari kemarin berada di posisi terendah dalam lima bulan 53,3.
Wacana itu menunjukkan bahwa belanja konsumen mulai menggigit dan menunjukkan pertumbuhan ekonomi kuartal pertama sekitar 0,4% dibandingkan dengan 0,7% pada akhir 2016.
Data resmi pada Jumat kemarin menunjukkan industri jasa, yang menyumbang sekitar dua-pertiga dari ekonomi Inggris, dikontrak pada bulan Januari untuk pertama kalinya sejak Maret tahun lalu.
Disisi lain, anggaran belanja rumah tangga Inggris mengalami penurunan pada belanja listrik, dan juga pendapatan riil mengalami penurunan kuartalan paling tajam dalam tiga tahun pada Oktober-Desember.
Diketahui jika pertumbuhan ekonomi Inggris dipengaruhi oleh sumbangan dari sektor manufaktur sebesar 10% dan kontruksi sebesar 6%.
Sementara itu, PMI untuk Prancis dan Jerman diperkirakan akan terus stabil meskipun ekonom di Commerzbank melihat potensi terbatas untuk keuntungan lebih lanjut.