Bisnis.com, JAKARTA—PT Freeport Indonesia mengkhawatirkan kelanjutan operasi dan produksi tambang Gasberg karena cadangan bijih mineral bisa hilang tertimbun akibat terganggunya kegiatan produksi semenjak pemerintah mewajibkan perusahaan tersebut mengganti Kontrak Karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus.
SVP Geo Engineering PTFI Wahyu Sunyoto menjelaskan, tambang bawah tanah tersebut menggunakan metode block caving. Terowongan dibuat dengan meledakkan badan bijih hingga hancur di dalam tanah. Kemudian menariknya keluar secara bertahap. Pekerja juga harus memperhatikan tegangan di bawah tanah agar tidak ambruk.
Dalam metode block caving, penggalian diibaratkan dengan maintenance. Ketika produksi terganggu, berarti perawatannya juga kurang. Badan bijih yang sudah dihancurkan di dalam tanah tetapi tidak segera ditarik keluar akan menciptakan akumulasi tekanan.
“Kalau sampai terjadi penghentian, panel produksi tambang runtuh dan tidak bisa diambil lagi cadangannya. Selain itu juga harus ada maintenance. Karena jika curah hujan tinggi, cadangan tidak bisa diambil,” jelasnya saat berada di Jakarta, Senin (20/3/2017).
Risiko seperti ini diharapkan tidak kembali terjadi, seperti pada tahun 2011 silam. Aktifitas penambangan terhenti karena pekerja melakukan mogok kerja selama berbulan-bulan. Hal ini menyebabkan 20% cadangan tidak bisa diambil lagi.
Bahkan, resiko yang paling berbahaya ialah tambang bawah tanah collapse. Bijih mineral mengeras dan membuat tekanan di dalam tanah membesar. Ini bisa membuat terowongan bawah tanah ambruk dan mengalami kerugian senilai triliunan rupiah.
Saat ini, produksi bijih mineral mentah (ore) dari tambang bawah tanah PTFI yang dalam kondisi normal mencapai 50.000 ton per hari kini hanya tinggal 15.000 ton atau sekitar 25% saja. Wahyu Sunyoto mengatakan, saat ini, cadangan emas dan tembaga di areal tambang Grasberg masih cukup besar. Cadangan emas dan tembaga yang tersisa sampai 2041 ditaksi mencapai 2,1 miliar ton.