Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia berpotensi semakin dibanjiri oleh produk keramik impor asal China setelah pembebasan bea masuk produk asal negara tersebut pada 2018.
Ketua Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Elisa Sinaga mengatakan salah satu tantangan yang dihadapi oleh industri keramik nasional adalah perubahan tarif bea masuk keramik asal China.
Tarif bea masuk atas produk keramik impor asal Negeri Tionghoa rencananya akan diubah dari 20% menjadi 0% mulai 2018.
Elisa menjelaskan selama ini produk impor menguasai pasar keramik berukuran besar di Tanah Air. Jumlah produk impor yang beredar di pasar bisa dua hingga tiga kali lipat dari kapasitas produksi.
Mayoritas keramik berukuran besar yang beredar di pasaran adalah produk jenis homogenous, tegel yang dipanaskan pada temperatur lebih tinggi dibandingkan keramik biasa. Proses itu menjadikan tegel homogeneous lebih tahan lembab dan keras hingga bisa digunakan di dalam dan luar ruangan.
“Pada kondisi 20% saja sudah sangat terganggu dengan produk impor dari China, apalagi kalau menjadi nol. Ini merupakan warning buat industri dalam negeri,” kata Elisa dalam pembukaan Keramika 2017, Kamis (16/3/2017).
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah akan berdiskusi dengan produsen keramik untuk mengantisipasi dampak perubahan aturan tersebut pada daya saing industri.
Dia menilai Indonesia bisa mendukung industri nasional lewat penerapan hambatan non-tarif, terutama penetapan SNI agar pasar nasional terlindungi dari produk murah berkualitas rendah.
Airlangga menambahkan pemerintah juga bisa mengharuskan produk keramik impor masuk lewat Bitung, Sulawesi Utara untuk menjaga daya saing logistik industri keramik.