Bisnis.com, JAKARTA- Penetapan harga eceran tertinggi (HET) untuk komoditas pangan pokok seperti gula, berdampak positif terhadap perdagangan gula di level ritel atau pengecer, karena harga akan seragam dan lebih pasti.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengepresiasi langkah pemerintah yang menjadi moderator atau jalan tengah penetapan HET antara produsen dan distributor. Pedagang juga mengakui, penetapan ini menenangkan mereka, akan lonjakan harga yang bisanya dikeluhkan konsumen.
Koordinator Bidang Pengaduan dan Hukum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sularsi meyakini, penetapan HET gula sebesar Rp12.500 perkilogram dimaksudkan untuk mengantisipasi agar harga gula tidak melebihi dari yang sewajarnya.
Menurutnya, dari sisi konsumen penetapan HET gula sangat baik untuk melindungi masyarakat.
“Kalau dari sisi konsumen, penetapan HET ini sangat menguntungkan. Karena ada kepastian harga tertinggi. Tidak seperti harga cabai yang sewaktu-waktu bisa sangat tinggi harganya,” tuturnya di Jakarta, dikutip Antara (5/2).
Namun demikian, dengan adanya penetapan HET gula, menurutnya pemerintah juga harus mengedepankan mekanisme pengawasan. Caranya, dengan wajib melakukan operasi pasar apabila muncul harga melebihi HET yang telah ditetapkan.
Selain itu, dia juga meminta penetapan HET gula ini juga bisa menguntungkan petani lokal. Diantaraya dengan mengawasi peredaran produk lokal dan memperbaiki tata niaga impor.
“Jangan sampai justru petani yang terancam dengan penetapan HET ini. Itu harus selesai. Petani juga harus diuntungkan,” serunya.
Heri, pedagang kebutuhan pokok di Pasar Kramat Jati, Jakarta Timur mengaku, dirinya sudah mengetahui adanya kebijakan penetapan HET untuk gula. Dia merasa dalam sebulan terakhir, harga gula terbilang stabil di banding bulan-bulan sebelumnya, begitupula jika dibandingka dengan harga kebutuhan pokok lainnya. Dia yakin penetapan HET ini akan berdampak langsung pada stabilitas harga gula di pasaran.
Dia mengatakan berdasarkan pengalaman sebelumnya, jika stabilisasi harga, erat kaitannya dengan daya beli masyarakat.
“Ya kalau harga nggak stabil, terus ada kenaikan yang cukup tinggi, daya beli masyarakat akan berpengaruh. Meski gula termasuk kebutuhan pokok yang pasti ada pembelinya, tapi kami bisa rasakan perubahan daya beli masyarakat, ada pengurangan,” ungkapnya.
Dia mencontohkan, menjelang perayaan tahun baru kemarin, harga gula sempat mencapai Rp16.000 per kilogram. Saat itulah daya beli masyarakat dirasakan Heri sangat menurun. Karena itulah ia berharap penetapan HET gula yang ada saat ini, bisa diterapkan juga untuk komoditi lain yang cukup penting bagi masyarakat, misalnya minyak goreng.
Dihubungi terpisah, Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (DPP IKAPPI) Abdullah Mansuri menyambut positif penerapan HET tersebut. Dia berpendapat, penerapan HET ini akan membuat para ‘pemain’ gula berhati-hati, lantaran dengan HET harga gula yang ada di pasaran tak lagi bisa dipermainkan sekehendaknya.
“Gula ini kan pemainnya banyak banget, dan tahapannya cukup ribet menurut saya. Jadi dengan adanya HET ini lebih bagus. Ini demi kebaikan bersama. Agar harga gula juga bisa dikendalikan,” kata Abdullah.
Meski begitu, Abdullah mengingatkan kondisi yang terjadi di lapangan masih belum sepenuhnya sesuai harapan. Kendati saat ini HET gula ditetapkan sebesar Rp12.500 perilogram, di lapangan masih dtemukan gula dijual sampai Rp14.500 perkilogram.
Pemerintah diminta terus mengawasi dan campur tangan dalam proses produksi dan distribusi gula.
“Tidak fair kalau pedagang ditekan dengan HET tetapi pemerintah tidak bisa menjamin bahwa harga gula yang sampai di pedagang Rp 11.000 atau Rp 11.500 sehingga pedang bisa menjual Rp 12.500 perkilogram. Ini harus dijamin oleh pemerintah,” tuturnya.