Bisnis.com, JAKARTA – Penetapan harga eceran tertinggi (HET) bisa menjadi pintu masuk pembenahaan secara menyeluruh tata niaga gula mulai dari hulu di tingkat petani hingga ke hilir di distributor dan pedagang sehingga bisa lebih efisien.
Mantan Menteri Pertanian Anton Apriyantono mengatakan industri gula di Indonesia memiliki dua kendala utama, yakni tidak terintegrasinya produksi gula di satu wilayah dan inefisiensi pabrik gula lama.
"Kalau produksi gula dilakukan secara terintegrasi seperti di Lampung, itu lebih efisien dan relatif murah. Persoalan timbul adalah pabrik gula lama masih dioperasikan, sementara tebu masih mengandalkan dari petani yang masih tersebar dimana-mana,” ujarnya di Jakarta, Kamis (2/2) dikutip Antara.
Dia menyebutkan manajemen tebang angkut giling yang tidak mudah, efisiensi pabrik gula yang tidak baik, dan faktor non teknis lain menyebabkan harga gula menjadi tinggi. Oleh sebab itu, beban konsumen dan lonjakan inflasi bisa menjadi ancaman bila pemerintah tak menerapkan harga HET saat harga gula meningkat drastis.
“Pada kondisi dimana harga gula itu tidak normal atau terlalu tinggi, penetapan HET sudah seharusnya dilakukan. Jika tidak, makin memberatkan konsumen dan inflasi," ujarnya.
Anton menuturkan, untuk membuat iklim usaha industri gula yang ideal, pemerintah perlu melakukan penjualan atas pabrik gula yang tidak efisien ke swasta. Selanjutnya mendirikan pabrik gula terintegrasi.
"Kalau kita belajar ke Thailand, sebetulnya pabrik gula tidak memiliki perkebunan. Mereka kerjasama dengan petani, tapi dalam satu area terkontrol, transportasi dekat. Pemerintahnya menetapkan harga dasar pembelian dari petani. Hasilnya, petani bergairah, pabrik pun bagus kualitasnya," katanya.
Kementerian Perdagangan mengaku sejauh ini terus berupaya untuk menjaga stabilitas harga kebutuhan bahan pokok di Tanah Air. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Tjahja Widayanti di kesempatan berbeda mengatakan, pihaknya saat ini tengah merumuskan upaya efisiensi dari proses produksi hingga distribusi komoditas pangan. Menurutnya, hal ini semata-mata bertujuan untuk menjaga fluktuasi harga pangan.
Dikatakannya, selama ini fluktuasi harga komoditas pangan di Indonesia terjadi lantaran panjangnya mata rantai distribusi, mulai dari produsen hingga ke tangan masyarakat. Oleh sebab itu, Kemendag bersama kementerian/lembaga lainnya tengah berupaya untuk mengefisienkan jalur distribusinya, sehingga stabilitas pasokaan maupun harga bisa dioptimalkan.
“Saat ini, pembahasan tentang upaya mengefisienkan mata rantai produksi dan distribusi tersebut tengah dibahas bersama dengan Menko Perekonomian,” kata Tjahya.