Bisnis.com, JAKARTA- Kebijakan menetapkan harga eceren tertinggi (HET) untuk komoditas pangan strategis dinilai sebagai langkah korektif untuk menstabilkan harga.
Kesepakatan penetapan harga gula antara produsen gula dan distributor yang dilakukan dengan memangkas rantai distribusi diyakini sebagai langkah efektif turunkan harga.
Ekonom Senior Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Fadhil Hasan mengemukakan selama ini untuk melaksanakan dan memastikan suatu harga komoditas pangan strategis, pemerintah menunjuk Perum Bulog dan BUMN lainnya sebagai stabilisator dan disributor BUMN. Namun, selama ini peran tersebut dinilainya kurang optimal.
“Kesepakatan untuk menetapkan harga komoditas seperti gula ini, bisa dilakukan agar fungsi stabilisasi lebih berhasil,” kata Fadhil di Jakarta, di kutip Antara Kamis (26/1).
Menurutnya, tujuan stabilisasi harga juga harus dilaksanakan dengan memastikan produksi gula di tingkat produsen bisa terjaga. Peran Bulog yang menditribusikan gula dari produsen ke tangan peritel atau konsumen juga harus dipastikan berjalan dengan baik.
“Soal HET gula Rp 12.500 per kilogram, pemerintah pasti sudah punya hitung-hitungan. Kalau untuk petani, yang dikhawatirkan itu impor gula. Karena impor yang justru sering menakan harga. Makanya mekanisme impor ini yang harus dibenahi juga,” tuturnya.
Seperti diketahui, komitmen produsen dan distributor gula untuk menjaga harga gula pada level Rp12.500 per kilogram (kg) pada tahun ini dituangkan dalam nota kesepahaman yang ditandatangani oleh produsen (pabrik) dan distributor gula di kantor Kementerian Perdagangan (Kemendag), Jakarta (16/1) lalu.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, dengan kesepakatan tersebut, produsen dan distributor bertanggung jawab untuk bisa mendistribusikan gula sampai ke pasar.
”Distributor dan produsen juga menyepakati akan mengikuti harga acuan pemerintah sebesar Rp12.500 per kg. Itu harga eceran tertinggi (HET) yang nanti akan dicantumkan pada kemasannya,” ujar Enggar.
Kementerian Perdagangan (Kemendag) juga melakukan pemangkasan jalur distribusi dari produsen ke konsumen. Hal ini dilakukan dengan meningkatkan peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) serta sektor swasta dalam pendistribusian gula.
Pemangkasan juga dilakukan dalam alur impor gula. Jika dulunya harus melalui penugasan dari pemerintah ke BUMN, kini Kemendag mengizinkan beberapa pabrik untuk mengimpor langsung gula mentah untuk diolah menjadi gula kristal putih atau gula konsumsi.
Menurut Enggartiasto, harga acuan gula yang ditetapkan berlaku sampai Desember 2017. Namun, jika ada gejolak harga yang meningkat tajam, evaluasi akan dilakukan di bawah koordinasi Kementerian Koordinator bidang Perekonomian.
Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kementerian Kordinator Perekonomian Edy Putra Irawady menyatakan, khusus komoditas pangan memang harus dilakukan efisiensi distribusi untuk memastikan daya beli konsumen dan daya saing industry. “Pembiaran kartel termasuk integrasi vertikal seperti memberian hak pengadaan, pendistribusian, sekaligus kegiatan industri, mengekang persaingan yang mendistorsi ekonomi dan menciptakan pasar yang tak sehat,” tuturnya.
Dikatakannya, rencana Kementerian Perdagangan untuk stabilisasi harga pangan sudah sesuai dengan UU Perdagangan Nomor 7 Tahun 2014. Palagi turut diawasi oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). “Ini bagus, asal transparan, melindungi petani, industri dan konsumen,” ucap Edy.