Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menginginkan agar pemberlakuan gross split pada wilayah kerja yang habis masa kontraknya dan ditugaskan kepada Pertamina tak berpengaruh terhadap penurunan produksi minyak dan gas bumi.
Dia menantang Pertamina agar bisa mengefisienkan biaya operasi yang nantinya tak lagi menjadi beban pemerintah dengan diberlakukannya kontrak bagi hasil (production sharing contract/PSC) gross split.
Ditandatanganinya kontrak baru atas ONWJ mengharuskan perseroan tetap menjaga produksi minyak di angka 36.000 barel per hari (bph) dan gas 172 juta kaki kubik per hari (million standard cubic feet per day/MMscfd) gas pada 2017.
Selain komitmen mempertahankan produksi, perseroan harus membayar bonus tanda tangan sebesar US$5 juta dan investasi selama tiga tahun pertama yakni US$82,3 juta. Tercatat, cadangan minyak 309,8 juta barel dan 1.114,9 miliar kaki kubik (billion cubic feet/bcf) gas.
Selain ONWJ, kontrak gross split berlaku secara otomatis pada wilayah kerja baru dan wilayah kerja yang habis masa kontraknya tetapi tak diperpanjang oleh kontraktor dan wilayah kerja yang ditugaskan kepada Pertamina.
Tercatat, terdapat delapan wilayah kerja lainnya yang akan menggunakan skema gross split karena ditugaskan kepada Pertamina yakni 2018 Blok Tuban, Jawa Timur (JOB Pertamina-PetroChina East Java); Blok Ogan Komering, Sumatra Selatan (JOB Pertamina-Talisman).
Ada pula Blok Sanga-Sanga, Kalimantan Timur (Virginia Indonesia Oil Company LLC/ VICO); Blok Southeast Sumatera, Lampung (CNOOC SES Limited); Blok North Sumatera Offshore, Aceh (ExxonMobil Oil Indonesia Inc); Blok Tengah, Kalimantan Timur (Total E&P Indonesie); Blok East Kalimantan, Kalimantan Timur (Chevron Indonesia Company) dan Blok Attaka, Kalimantan Timur (Chevron).
"Diserahkan ke Pertamina dengan syarat, produksi tidak boleh turun, kemudian Pertamina dipersilakan share down atau ajak kembali mitranya yang dulu kerja bersama, yang berminat," ujarnya saat jumpa pers di Jakarta, Rabu (18/1/2017).
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Hulu PT Pertamina (Persero) Syamsu Alam penerapan PSC gross split pertama kalinya pada Blok Offshore North West Java membuat perseroan harus lebih berhati-hati.
Pasalnya, kini seluruh risiko yang timbul atas kegiatan usaha hulu menjadi tanggung jawab kontraktor yakni PT Pertamina Hulu Energi ONWJ yang berumur sekitar 50 tahun. Terlebih, masih ada delapan wilayah kerja lain yang menjadi aset Pertamina yang akan menerapkan gross split.
Menurutnya, dengan pemberlakuan gross split, kontraktor harus menanggung risiko yang lebih besar bila dibandingkan dengan penerapan PSC cost recovery yang memberi ruang kepada pemerintah untuk turut menanggung risiko. Hal tersebut, katanya, menjadi tantangan tersendiri.
"Kalau dulu kan mungkin kami berani ngambil risknya lebih gede karena 80% kan di-share juga ke government. Kalau sekarang kan risk-nya 100% investor [yang menanggung]," katanya.