Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Atasi Kelesuan Bisnis, Pengusaha Kapal Minta Pemerintah Revisi PNBP

Pengusaha perkapalan menilai pemerintah harus segera menurunkan target penerimaan negara bukan pajak untuk mengatasi kelesuan bisnis kapal akibat pelarangan ekspor mineral dan batu bara.
Aktivitas pembutan kapal di Batam, beberapa waktu lalu. Industri galangan kapal nasional tidak mengalami pertumbuhan berarti pada tahun ini. Kalangan pengusaha ingin lebih dulu meminta insentif fiskal kepada pemerintah./Bisnis-Dedi Gunawan
Aktivitas pembutan kapal di Batam, beberapa waktu lalu. Industri galangan kapal nasional tidak mengalami pertumbuhan berarti pada tahun ini. Kalangan pengusaha ingin lebih dulu meminta insentif fiskal kepada pemerintah./Bisnis-Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA – Pengusaha perkapalan menilai pemerintah harus segera menurunkan target penerimaan negara bukan pajak untuk mengatasi kelesuan bisnis kapal akibat pelarangan ekspor mineral dan batu bara.

Presiden Direktur PT Pelayaran Salam Bahagia Johnson W. Sutjipto menyatakan revisi Undang-undang No. 2/2009 tentang Pertambangan Mineral Batubara yang melarang ekspor mineral raw material berimbas pada industri perkapalan.

Pasalnya, revisi aturan tersebut membuat banyak kapal menganggur, khususnya kapal tugboat dan tongkang, di sekitaran Samarinda (Kalimantan Timur) dan Pulau Batam (Kepulauan Riau). Adapun pengusaha harus membayar gaji karyawan, listrik, dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang tinggi pada saat permintaan sedang lesu.

"Nah yang paling stres lagi kan ini ketika kapal parkir, sewa perairan kita bukannya turun malah naik. Ini jadi 10 kali lipat. Melalui PNBP. PP 15/2016 adalah penerimaan PNBP laut darat udara ini PP 15 cukup sadis dalam kondisi sekarang karena penambahan post tarif PNBP baru 51%," kata Johnson, Selasa (15/11).

Padahal, larangan ekspor minerba itu merupakan upaya pemerintah meningkatkan nilai tambah dalam produk yang diekspor.

Dia menyebut, ada pelemahan bisnis perkapalan sekitar 30% dari rata-rata total ada 16.000 unit kapal. Johnson menduga ada sekitar 4.800 kapal yang tidak beroperasi itu juga dikarenakan berhentinya sejumlah proyek angkutan barang raw material.

Salah satunya adalah moratorium proyek reklamasi yang membuat kapal tidak lagi bisa mengangkut pasir sebagai bahan baku reklamasi.

Johnson menyatakan kapal yang banyak umumnya mengangkut minerba dan kini hanya terparkir di perairan Indonesia berjenis tug boat dan tongkang. Sementara itu, dua jenis kapal ini adalah kapal yang paling sering dibajak di perairan menuju Filipina.

“Kapal di Indonesia itu mayoritas tugboat dan tongkang karena pelabuhannya itu jenis tidak terlalu dalam," terang Johnson.

Faktor lain yang turut menurunkan ekspor minerba dan melemahkan bisnis perkapalan adalah penurunan permintaan ekspor batu bara dari China. Hal ini memang membuat kapal-kapal Indonesia kekurangan permintaan pengiriman barang. Selain itu, harga minyak dunia yang anjlok juga ikut mempengaruhi bisnis perkapalan.

"Kelemahan itu semua kegiatan eksplorasi. beberapa oil dan gas itu kebanyakan ada parkir di Batam," ujar Johnson.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper