Bisnis.com, SURABAYA – Sedikitnya ada 9 industri di Kabupaten Gresik yang relokasi pabrik sejak 2015-2016 akibat lemahnya daya saing terutama dari segi tingginya biaya produksi baik bahan baku maupun upah tenaga kerja.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Gresik, Tri Andhi Suprihartono mengatakan berdasarkan catatan Apindo Gresik, dari relokasi tersebut ada sekitar 6.000 an tenaga kerja yang terkena dampak.
“Tahun lalu saja ada 5 perusahaan yang sudah relokasi, dan sampai tahun ini totalnya da 9 perusahaan. Sedangkan tenaga kerja yang direlokasi sekitar 1.000-1.300 orang,” ujarnya di sela-sela 3rd Industrial Relation Conference Apindo, Rabu (9/11/2016).
Adapun sektor industri yang melakukan relokasi tersebut adalah industri padat karya di antaranya seperti industri tekstil, alas kaki dan sepatu, kayu dan barang furnitur.
Kebanyakan relokasi dilakukan di Lamongan sebagai lokasi terdekat, dan lainnya memilih pindah ke luar Jatim bahkan luar pulau khususnya industri furnitur karena mendekati sumber bahan baku kayu.
“Saya dengar juga ada sebuah industri yang melakukan efisiensi dengan mengurangi tenaga kerja 100-200 orang. Memang tidak banyak tetapi kalau terdiri dari banyak industri, jumlah pengurangan tenaga kerja juga besar,” jelasnya.
Tri Andhi memprediksi akan ad aindustri yang bertumbangan apabila pemerintah daerah tidak mematuhi PP No.78 dalam menentukan upah minimun, dan bakal terjadi pengurangan tenaga kerja besar-besaran.
“Solusi dari besarnya biaya produksi memang relokasi, tapi bisa juga melakukan efisiensi diam-diam, atau bahkan menaikkan harga produk tetapi ini pun menjadi ancaman bagi perusahaan yang tidak bisa kompetitif produknya,” jelasnya.
Dia mencontohkan baru-baru ini ada produk minuman susu kaleng dalam kemasan dari luar negeri yang harganya jauh lebih murah dibandingkan produk buatan dalam negeri.
Bahkan, untuk sektor bahan bangunan dan pertanian seperti cangkul dan engsel pintu yang dulu banyak diproduksi di Gresik kini sudah hampir tidak ada lagi yang memproduksi karena lemah daya saing dan kualitas.
“Ini sebuah fakta yang terjadi di Indonesia, kita tidak bisa tutup mata. Industri seperti cangkul, dan engsel pintu di Gresik sudah banyak yang tutup sekitar 5-7 tahun lalu karena tidak bisa kompetitif,” imbuh Tri Andhi.