Bisnis.com, Jakarta-- Senior Economic Analyst Kenta Institute Eric Alexander Sugandi menilai pertumbuhan ekonomi dalam negeri cenderung masih kuat kendati hanya tumbuh di kisaran 5%. Namun, level itu sangat baik di tengah tertekannya pertumbuhan ekonomi global dan volatilitas harga komoditas.
Dia memprediksi saham dan rupiah bisa saja tertekan akibat kemungkinan The Fed menaikkan suku bunganya pada akhir tahun dan momentum pilpres di AS. Namun, dua hal itu lebih mempengaruhi sektor finansial ketimbang sektor rill.
“Situasi global itu hubungannya dengan persepsi pelaku pasar finansial sehingga dampaknya cenderung pendek dan timbul tenggelam sampai kejadian yang ditunggu terjadi,” ujarnya.
Dia memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada tahun ini bisa mencapai 5%, sedangkan tahun depan bisa lebih tinggi di level 5,3%. Inflasi keseluruhan tahun ini juga masih rendah di level 3% (year-on-year) atau lebih rendah, sementara tahun depan sebesar 3,5% (yoy).
"Inflasi dan current account deficit terkendali, pertumbuhan ekonomi walau masih di 5% masih tergolong baik di tengah tertekannya pertumbuhan ekonomi global dan harga komoditas," katanya.
Sementara itu, Bank Indonesia juga memproyeksikan inflasi hingga akhir tahun hanya akan mendekati 3%, dan tahun depan berada di kisaran 3,5%-3,6%. Dengan laju inflasi dan defisit transaksi berjalan yang rendah, BI memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan dengan total sebanyak 180 basis poin hingga Oktober 2016.