Bisnis.com, JAKARTA– Kinerja ekspor China mencatatkan penurunan terbesar sejak Februari sejalan dengan melambatnya permintaan global, sehingga menambah tekanan terhadap nilai tukar yang melemah ke level terendahnya dalam enam tahun.
Menurut pihak administrasi China, seperti dilansir Bloomberg hari ini (Kamis, 13/10/2016), tingkat ekspor negara tersebut anjlok 10% pada September dibandingkan dengan setahun sebelumnya dan tingkat impor turun 1,9%.
Dalam mata uang yuan, performa ekspor turun 5,6%, sementara impor naik naik 2,2%. Surplus perdagangan mencapai US$42 miliar.
Data perdagangan yang tidak menggembirakan tersebut berpotensi meningkatkan tekanan terhadap yuan bersamaan dengan langkah pembatasan properti baru yang menantang ketahanan pemulihan ekonomi China.
“Data tersebut konsisten dengan perlambatan yang signifikan pada volume perdagangan global. China kehabisan pilihan dan membiarkan pelemahan nilai tukar RMB (renminbi) jadi pilihan terakhir bagi mereka,” ujar Sue Trinh, Kepala strategi FX Asia di RBC Capital Markets.
Adapun menurut Zhu Qibing, Kepala Analis makro ekonomi BOCI International (China) Ltd., ekspektasi pelemahan yen tidak akan memberi dampak besar bagi perdagangan dalam dua bulan ke depan mengingat berkurangnya efek depresiasi pada perdagangan.
Pada September, ekspor China ke AS, Inggris Raya, dan Uni Eropa masing-masing turun 8,1%, 10,8%, dan 9,8%. Nilai tukar yuan terpantau melemah 0,11% ke posisi 6,7272 pada pukul 11.11 WIB, setelah dibuka melemah tipis 0,09% di level 6,72 57.