Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Teknologi Hambat Industri Pengolahan Logam

Pertumbuhan permintaan produk berbasis baja yang mencapai 2,5% per tahun di Asia Tenggara menarik minat perusahaan-perusahaan produsen dan penyedia teknologi baja datang ke Indonesia.
Industri baja/Bisnis.com
Industri baja/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Keterbatasan penguasaan teknologi membuat kemampuan industri pengolahan logam nasional memasok komponen produksi industri manufaktur masih terbatas.

Ketua Gabungan Asosiasi Perusahaan Pengerjaan Logam dan Mesin Indonesia (Gamma) Dadang Asikin mengatakan penguasaan teknologi adalah faktor kunci dalam perkembangan industri pengolahan logam.

Dia menjelaskan industri pengolahan logam tidak akan bisa memenuhi permintaan komponen jenis terbaru dari industri manufaktur tanpa dukungan mesin dan peralatan terbaru. Mesin dan peralatan tersebut, jelasnya, memberikan industri kemampuan menghasilkan produk yang lebih presisi dan kemampuan mengolah material yang beragam.

“Industri kita sangat kental dengan perkembangan teknologi. Proses pembentukan hingga pengolahan material. Semua harus ikut teknologi,” katanya dalam konferensi pers pameran Indometal, Selasa (11/10/2016).

Dia mengatakan pameran teknologi dan industri memberikan pengetahuan bagi industri nasional tentang teknologi yang tersedia dan kesempatan meningkatkan variasi produk.

“Mata kita akan terbuka, seberapa jauh kita tertinggal. Mesin dan peralatan itu membuat kita bisa menghasilan barang dalam volume yang lebih banyak, bernilai tambah tinggi, dan lebih cepat,” kata Dadang.

Direktur Utama Messe Dusseldorf Asia, Gernot Ringling, memaparkan pertumbuhan permintaan produk berbasis baja yang mencapai 2,5% per tahun di Asia Tenggara menarik minat perusahaan-perusahaan produsen dan penyedia teknologi baja datang ke Indonesia.

Perusahaan luar negeri merupakan 65% dari 250 perserta pameran Indometal. Perusahaan-perusahaan tersebut berasal dari 30 negara yang akan memamerkan produk dan kemampuan teknologi terbaru mereka di Jakarta.

“Kondisi di China mendorong perusahaan-perusahaan manufaktur mencari lokasi produksi baru. Mereka melirik Asia Tenggara. Asia Tenggara kini kembali menjadi pusat perhatian investor global,” kata Ringling.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper