Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perubahan Kurikulum 2013 Rugikan Percetakan

Perubahan kurikulum pendidikan pada 2013 yang kembali menjadi kurikulum 2006 menyebabkan stok kurikulum buku sebelumnya tidak terjual
Ilustrasi/Antara
Ilustrasi/Antara

Bisnis.com JAKARTA – Perubahan kurikulum pendidikan pada 2013 yang kembali menjadi kurikulum 2006 menyebabkan stok  buku kurikulum sebelumnya tidak dapat terjual. Kerugian yang dialami pengusaha percetakan diestimasikan mencapai Rp214 miliar.

Ketua Persatuan Perusahaan Grafika Indonesia (PPGI) Jimmy Juneanto mengatakan akibat perubahan kurikulum tersebut stok buku kurikulum 2013 tidak bisa terjual. Dia menyebutkan kerugiannya mencapai Rp214 miliar.

“Pada 2014 Wamendikbud menginstruksikan untuk mencetak buku sebanyak-banyaknya. Eh, sekarang ganti kurikulum. Jadi buat apa stok yang tersisa. Kerugiannya mencapai Rp214 miliar. Sudah menjadi omzet, tapi ada hutang,” katanya kepada Bisnis, Kamis (30/6). 

Adapun buku yang belum dikirim ke sekolah nilainya mencapai Rp76 miliar. 

Perubahan tersebut tertuang pada  Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No.160/2014 tentang Pemberlakuan Kurikulum Tahun 2006 dan Kurikulum Tahun 2013 yang ditanda tangani pada 11 Desember 2014. 

Pasal 1 dalam aturan tersebut menyatakan satuan pendidikan dasar dan menengah yang melaksanakan kurikulum 2013 sejak 2014-2015 kembali melaksanakan kurikulum 2006 mulai semester II tahun ajaran 2014/2015 sampai ada ketetapan implementasi kurikulum 2013. 
Seperti diketahui, peraturan tersebut keluar dua bulan sebelum Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan dilantik. Anies ditunjuk menggantikan Mohammad Nuh.  
Dia menjelaskan perusahaan percetakan yang menggarap buku sekolah tersebut terpilih berdasarkan tender yang dilakukan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). 

Artinya, penggarap buku tersebut memiliki hak dan kewajiban untuk mencetak buku dari pemerintah kepada sekolah yang bakal dibayar dengan dana Biaya Operasional Sekolah (BOS).

Dia mengungkapkan buku-buku tersebut sudah dikirim ke seluruh sekolah sejak satu setengah tahun lalu. Adapun jumlah pesanan pemerintah saat itu mencapai 62 juta buku. 

Namun, akibat keluarnya aturan itu, sekolah-sekolah tersebut enggan untuk membayar.  

Menurut Jimmy, perlu ada upaya hukum untuk menyelesaikan permasalahan tersebut karena hingga saat ini masalah tidak kunjung menemui kejelasan. 

Dia mengatakan Kemendikbud meminta pihaknya untuk memperbarui data sekolah yang belum membayar hingga akhir Mei 2016. 
“Anggota sudah kirim semua, tapi sampai sekarang belum ada kelanjutan. Lalu bagaimana dengan stok buku ini. Harga kertas baru dengan waste paper kan jauh."  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nindya Aldila

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper