Bisnis.com, Jakarta-Bank Indonesia memproyeksikan pencapaian inflasi pada bulan Ramadan tahun ini sebesar 0,61% atau terendah dibandingkan rata-rata bulan puasa selama lima tahun terakhir.
Secara year-on-year inflasi pada Juni 2016 akan berada di level 3,41% sedikit lebih tinggi dari Mei 2016 sebesar 3,33%. Rata-rata inflasi selama Ramadan pada periode 2011-2015 tercatat 0,78%.
Kepala Divisi Asesmen Inflasi BI Rizki E. Wimanda mengatakan tekanan inflasi inti meningkat 0,49% (month-to-month) seiring peningkatan permintaan saat Ramadan, terjadinya kenaikan harga komoditas global, dan pelemahan nilai tukar rupiah.
Kendati ada peningkatan daya beli masyarakat mengalami peningkatan tapi belum sebaik tahun-tahun sebelumnya.
Sementara itu, dari sisi pangan yang diperkirakan mengalami inflasi seperti daging ayam ras, telur ayam ras, daging sapi, dan minyak goreng. Keseluruhan komoditas itu akan mengalami kenaikan harga.
Komoditas pangan yang justru mengalami penurunan harga adalah bawang merah dan beras. Kelompok barang yang harganya diatur pemerintah (administered prices) mencapai 0,40% (mtm).
"Kalau dari sisi permintaan lebih rendah [dibanding tahun-tahun sebelumnya], terlihat dari beberapa indikator seperti uang yang beredar dan kredit sangat rendah per April atau Mei hanya 8%," ucapnya, Jumat (17/6/2016).
Menurutnya, berbagai kebijakan pemerintah untuk mengendalikan harga selama bulan Ramadan belum mampu menekan harga pangan. Pada komoditas daging sapi masih mencapai rerata Rp114.671/kg per 16 Juni 2016 dengan rata-rata inflasi sampai Juni 2016 sebesar 10,98% (yoy).
Daging ayam ras terus mengalami inflasi sejak 2014 di tengah surplus suplainya. Per 12 Juni 2016, BI mencatat harga daging ayam ras sebesar Rp32.169/kg dengan andil inflasi 8,13% (yoy). Sementara telur ayam ras menyumbang inflasi 8,12% (yoy) dengan harga per 16 Juni 2016 sebesar Rp24.259/kg.
Walaupun mengalami penurunan harga, bawang putih justru penyumbang inflasi tertinggi sebesar 69,48% (yoy). Sebanyak 95% kebutuhan bawang putih nasional dipenuhi oleh impor.
"Bawang putih, kalau lihat bobotnya itu tidak begitu besar 0,20% tapi rata-rata yoy mencapai 69%. Jadi ini yang bahaya, meskipun bobot kecil tapi kenaikan luar biasa efeknya besar. Jadi kalau tidak ada deflasi penurunan BBM, inflasi kita bisa luar biasa," jelasnya.