Bisnis.com, JAKARTA - Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) menyatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia berpeluang mencapai level 7% per tahun mulai 2018, apabila pemerintah dan Bank Indonesia bisa melakukan kolaborasi kebijakan konter-siklus (counter-cyclical) yang optimal.
Usai pertemuan dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Selasa (7/6/2016), Wakil Ketua KEIN Arif Budimanta mengemukakan, ada empat hal yang harus dilakukan secara pararel untuk mencapai target tersebut.
“Filipina bisa tumbuh di atas 7%, India juga bisa 7% walaupun ekonomi dunia melemah. Malah negara di Afrika yang ada konflik, Rwanda, tumbuh double digit. Kita lihat historical data dari pertumbuhan Indonesia, dri situ kita melihat potensi sumber daya modal dan manusia yang kita miliki. Ini achieveable melalui kebijakan yang countercyclical,” ujarnya.
Arif mengatakan, empat hal tersebut adalah, pertama, menjaga agar rata-rata pertumbuhan investasi dipertahankan hingga 10% per tahun. Investasi ini, katanya, akan mendorong pembentukan modal tetap bruto.
Kedua, menjaga pertumbuhan ekspor minimal di level 3%, dan diiringi langkah ketiga, mengendalikan dan menjaga impor tetap tumbuh di kisaran 2% per tahun. Komponen keempat, adalah menahan agar konsumsi ruma tangga stabil di rentang 5%.
Dari pantauan KEIN, pada dasarnya investor dan calon investor memandang optimis ekonomi Indonesia dan bersiap masuk menanamkan modal, khususnya di sektor infrastruktur. Namun, Arif menyatakan ada bottleneck untuk level menengah ke bawah.
Artinya, KEIN menilai kebijakan yang dicetuskan oleh pemerintah pusat mau tidak mau harus dijalankan hingga ke level pemerintah provinsi dan kota/kabupaten. Pasalnya, tanpa integrasi kebijakan tersebut, target pertumbuhan investasi 10% akan menghadapi kendala seperti proses perizinan dan pembebasan lahan.
Untuk itu, Arif menyampaikan ada tiga langkah operasional yang bisa ditempuh saat ini, yaitu mengintegrasikan pembangunan infrastruktur secara masif dengan mengikuti kebutuhan industri, antara lain infrastruktur transportasi, pelabuhan dan energi.
Beriktunya, demi menunjang pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, maka kebijakan pembangunan infrastruktur, terutama yang dilakukan daerah melalui Dana Alokasi Khusus (DAK), baik transportasi atau pembangunan waduk, dilakukan dengan prinsip local-based, memanfaatkan sumber daya, peralatan dan sumber daya manusia lokal.
Dana Desa
Adapun, pemanfaatan dana desa juga harus masuk ke dalam kerangka ini. Dia menambahkan, dana desa bisa digunakan untuk memperkerjakan kelompok rentan dan miskin yang saat ini tercatat mencapai 30 juta jiwa.
“Kelompok ini harus mendapatkan kesempatan pertama bekerja untuk kegiatan padat karya. Sehingga, dana desa bisa sekaligus mendorong konsumsi dari masyarakat miskin,” tuturnya.
Selain itu, dalam kerangka untuk mendorong investasi, perlu ada proses kampanye investasi yang lebih terstruktur. Saat ini, pihaknya menilai kampanye yang dilakukan oleh Pemerintah sudah masif, tapi belum terstruktur dan terukur.
“Jadi katakanlah, kalau investasi ingin tumbuh 10% per tahun, maka hasil dari kampanye investasi itu harus 0,8% peningkatannya setiap bulan,” lanjut Arif.
Di tempat yang sama, Anggota KEIN Hendri Saparini menyatakan, untuk mendorong ekonomi tumbuh tinggi tentu membutuhkan pembiayaan. Untuk itu, perbankan harus mendukung target ini dengan menurunkan suku bunga kredit.
Hanya saja, dia menilai penurunan suku bunga tidak perlu dilakukan melalui intervensi Pemerintah yang terlalu banyak. KEIN melakukan kajian, dan kami menilai kebijakan menurunkan suku bunga yang tidak dilakukan melalui sistem tidak akan sustainable dan berdampak negatif ke pasar,” ujarnya.
Dia menjabarkan, ketika pada kuartal pertama BI Rate didorong turun yang juga diikuti oleh Otoritas Jasa Keuangan dan Lembaga Penjaminan Simpanan, suku bunga kredit nyatanya tidak juga turun. Untuk mengatasi hal ini, dia mengaku KEIN sudah memberikan rekomendasi kepada Presiden.
“Kita usulkan ke Presiden untuk memberlakukan dan mendorong adanya perubahan di dalam sistem moneter ini. Jadi kita sudah menyampaikan langkah apa yang harus dilakukan, tidak perlu mengubah aturan perundangan dan tidak perlu mengintervensi pasar. Ini akan didiskusikan lebih dalam, sehingga tujuan kebijakan ini bisa maksimal.”