Bisnis.com, JAKARTA -- Gugatan hukum baik tata usaha negara maupun perdata terhadap laporan keuangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dinilai upaya kontraproduktif terhadap peningkatan pengelolaan keuangan negara.
Ketua BPK Hary Azhar Azis menuturkan pihaknya sering mendapatkan perlawanan berupa gugatan hukum baik secara perdata maupun tata usaha negara usai pemeriksaan pengelolaan keuangan negara. Tak hanya itu, namun juga ada permohonan uji materi atas UU BPK.
"Dalam perkembangannya gugatan tidak saja terhadap BPK, namun juga diajukan terhadap kementerian/lembaga yang melakukan tindak lanjut atas rekomendasi BPK," kata Hary dalam keterangannya yang dikutip Bisnis.com, (7/6/2016).
Dia menegaskan hal itu tak hanya menghambat upaya lembaga tersebut atas hasil rekomendasi BPK. Namun juga, sambungnya, merupakan upaya yang kontraproduktif terhadap peningkatan keuangan negara.
Selain permasalahan tersebut, sambungnya, kewenangan BPK dalam melakukan perhitungan kerugian negara dihadapkan hal serupa pun dilakukan oleh instansi lain dengan dasar hukum dan metodologi yang berbeda. Oleh karena itu, sambungnya, diperlukan pemahaman dari aspek teoritis dan filosofis mengenai kewenangan BPK maupun lembaga lain dalam melakukan perhitungan kerugian negara sehingga dapat tercipta keselarasan.
Anggota I BPK Agung Firman Sampurna menyebutkan terdapat 32 jenis temuan signifikan yang penting untuk menjadi perhatian dalam Laporan Keuangan 2015. Dia memaparkan di antaranya terdapat penerimaan yang digunakan langsung untuk membiayai kegiatan di luar mekanisme APBN, atau penatausahaan PNBP kurang memadai dan akumulasi pelaksanaan pekerjaan belum dapat diselesaikan sampai akhir 2015.
"“Komitmen entitas untuk mewujudkan akuntabilitas tidak saja diukur dari opini laporan keuangannya, tapi yang tidak kalah penting adalah komitmennya untuk menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK,” papar Agung.