Bisnis.com, JAKARTA—Pemerintah meyakini pinjaman yang diperoleh dari sejumlah lembaga keuangan masih sangat aman.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Sofyan Djalil mengatakan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto yang masih pada kisaran 30% masih sangat aman bagi sebuah negara berkembang. Utang akan dikelola dan digunakan ke sektor produktif sehingga tidak menjadi beban keuangan negara.
Terakhir, Indonesia mendapatkan utang dari Bank Dunia sebesar US$400 juta untuk membiayai program reformasi pajak. Utang itu masuk sebagai pinjaman reformasi fiskal kebijakan pembangunan untuk meningkatkan pendapatan pajak dan memperkuat mutu belanja negara.
“Untuk diketahui, tidak ada sebuah negara dan sebuah perusahan bisa berkembang terkecuali kalau kita bersedia menggunakan utang. Dan terpenting utang itu digunakan untuk produktif,” katanya, di Jakarta, Jumat (3/6/2016).
Bank Indonesia melaporkan rasio utang luar negeri PDB pada akhir kuartal I/2016 sebesar 36,5% atau meningkat dari kuartal sebelumnya sebesar 36,0% . Utang juga tercatat tumbuh 5,7% menjadi US$316,0 miliar dari kuartal sebelumnya yang tercatat sebesar US$310,7 miliar. Posisi utang luar negeri sektor publik sebesar US$151,3 miliar atau 47,9%.
Menurutnya, PDB negara yang saat ini hampir menyentuh angka US$1 triliun bakal terus meningkat. Pencapaian pertumbuhan ekonomi sebesar 6%, dalam 10 tahun ke depan totalnya akan sampai US$2 triliun.
Terkait utang dari Bank Dunia, Sofyan menuturkan pelebaran defisit yang diajukan pemerintah pada RAPBN Perubahan 2016 menjadi 2,48% dari yang sebelumnya ditetapkan 2,15% menunjukkan perlunya penambahan utang.
Namun, dia bertekad penerimaan pajak harus terealisasi karena masih rendahnya tax ratio terhadap PDB yang hanya 12%.
“Dengan tax amnesty berhasil, basis pajak meningkat. Pendapatan tahun ini mudah-mudahan meningkat, tapi mudah-mudahan, basis pajak yang paling penting,” ucapnya.