Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah memberikan sinyal penolakan 1.800 usulan pemekaran desa untuk mengamankan anggaran dana desa dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017.
Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo telah mengirimkan surat kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk menolak 1.800 pemekaran desa. Dia juga mengusulkan moratorium pemekaran desa secara keseluruhan.
Permintaan ini karena keterbatasan fiskal yang dimiliki pemerintah. Dia menjelaskan target dana desa tahun depan sebesar 10% dari dana transfer daerah. Dengan penghitungan tersebut, setiap desa akan mendapatkan dana desa lebih dari Rp1 miliar.
“Ini bisa [membengkak] kalau ada pemekaran daerah,” katanya usai membuka Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbang) di Jakarta, Rabu (20/4/2016).
Di sisi lain, Dosen Universitas Gadjah Mada tersebut menjanjikan optimalisasi dana desa yang ada.
Salah satu cara yang bisa ditempuh adalah dengan meningkatkan peran Camat yang berfungsi sebagai pengawas.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menuturkan perlunya kehati-hatian dalam meloloskan usulan pemekaran 1.800 desa.
Dia meminta maaf kepada seluruh kepala daerah baik gubernur maupun bupati karena usulan pemekaran banyak yang terhambat di kementerian yang dipimpinnya.
“Ada yang protes, sudah tiga bulan kok tidak keluar-keluar [persetujuan pemekaran desa],” jelasnya.
Pihaknya bakal menelaah latar belakang usulan pemekaran. Dia khawatir usulan pemekaran tidak memiliki urgensi, namun hanya sekadar untuk mendapatkan dana desa.
“Apakah karena ada dana desa ataukah karena desa tersebut memang perlu dimekarkan. Ini yang perlu perhatian,” tegasnya.
Berdasarkan catatan Bisnis, dana desa mulai dikucurkan pada 2015 senilai Rp20,8 triliun, kemudian bertambah menjadi Rp47 triliun pada tahun ini. Anggaran dana desa tahun depan melonjak hingga Rp81,1 triliun.
Robert Endi Jaweng, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah, menilai langkah moratorium sangat tepat. Saat ini keberadaan dana desa benar-benar menjadi penyulut utama pemekaran.
Dalam setahun saja, telah ada sekitar 600-an tambahan desa yang akhirnya meningkatkan jumlah desa dari 74.094 pada 2015 menjadi 74.754 pada 2016. Jika tidak dimoratorium, jumlah pemekaran desa akan semakin membeludak.
Dia menegaskan terdapat tiga alasan bertambahnya jumlah desa ini Setidaknya terdapat tiga alasan pemekaran desa.
Pertama, kelurahan yang berubah menjadi desa. Kedua, perubahan status kelurahan menjadi desa. Terakhir, desa yang berasal dari masyarakat adat.
Pada akhirnya, pemekaran ini menyebabkan jumlah riil dana yang diterima setiap desa semakin berkurang.
“Anggaran dari pusat memang naik, tapi kalau jumlah desa semakin bertambah nominal riil yang diterima desa berkurang,” tegasnya.
Dia membenarkan dalam beberapa kasus pemekaran memang diperlukan karena jumlah penduduk yang besar dan wilayah yang terlalu luas.
Namun, sebaiknya pemerintah menahan diri untuk meloloskan pemekaran agar fokus pada desa-desa yang telah ada.
“Tiga tahun ini sebaiknya fokus konsolidasi dahulu,” tambahnya.
Setelah dana desa berjalan optimal, tuturnya, barulah pemerintah bisa meloloskan usulan pemekaran desa.
Menilik Undang-Undang No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, pemekeran daerah dilakukan melalui pembentukan daerah persiapan yang ditetapkan melalui peraturan pemerintah. Jangka waktu daerah persiapan itu selama tiga tahun.
Daerah persiapan, sesuai payung hukum tersebut, harus memenuhi persyaratan dasar dan persyaratan administratif.
Persyaratan dasar meliputi kewilayahan dengan cakupan wilayah minimal, jumlah penduduk minimal, batas wilayah, cakupan wilayah, dan batas usia minimal daerah provinsi, daerah kabupaten/kota, dan kecamatan.
Selain itu, ada juga persyaratan dasar kapasitas daerah. Persyaratan dasar ini mencakup kemampuan daerah untuk berkembang dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Persyaratan ini mencakup parameter geografi, demografi, keamanan, sosial politik, adat dan tradisi, potensi ekonomi, keuangan daerah, serta kemampuan penyelenggaraan pemerintahan.