Bisnis.com, JAKARTA - Apindo menilai pertumbuhan kredit melambat akibat likuiditas moneter yang tipis. Pemerintah dan Bank Indonesia diminta berkoordinasi menyusun gebrakan yang bisa mendongkrak akses kredit dunia usaha.
Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan kelesuan di sektor riil bukan satu-satunya alasan pertumbuhan kredit melambat pada kuartal I/2016.
Dia mengakui perlambatan terjadi di hampir seluruh sektor ekonomi. Namun, pebisnis juga kesulitan mengakses sumber modal karena ketatnya likuiditas.
“Saya pikir ada masalah likuiditas di lapangan. Likuiditas itu kering. Pada saat yang sama, pemerintah terus menarik dana masyarakat melalui penerbitan SUN,” katanya kepada Bisnis.com, Rabu (20/4/2016).
Hariyadi menghargai langkah Bank Indonesia melonggarkan kebijakan moneter untuk mengatasi kekeringan likuiditas tersebut.
Namun, beragam kebijakan moneter BI dinilai tidak cukup untuk mendorong pertumbuhan kredit. Dia meminta pemerintah mengambil kebijakan fiskal agar pebisnis terdorong berekspansi.
Apindo mendorong pemerintah memperkuat insentif pajak atas revaluasi aset agar kebijakan tersebut semakin efektif.
Pajak atas revaluasi aset disarankan turun dari 5% menjadi 1%. Pemerintah juga diminta mengizinkan pajak atas revaluasi aset dicicil dalam jangka waktu tertentu.
“Harus ada gebrakan. Pemerintah dan Bank Indonesia harus harmonis, harus ada keselarasan. Kondisi likuiditas seperti ini tidak boleh dibiarkan, bisa mati lama-lama,” kata Hariyadi.