Bisnis.com, JAKARTA – Kalangan peternak mendesak pemerintah mengkaji ulang keputusan untuk membuka impor daging dari negara yang belum terbebas dari wabah penyakit mulut dan kuku (PMK).
Pasalnya, kebijakan tersebut berpotensi menekan harga daging.
CEO perusahaan peternakan Bhumi Andhini Farm & Education, Ilham Akhmadi menyampaikan pemerintah seharusnya memberikan insentif agar peternakan lokal dapat berkembang. Saat ini biaya produksi anak sapi pun cukup mahal.
“Peternak juga sulit karena proses pembuntingan sapi itu tidak mudah. Pemerintah ada program gertak birahi, kalau dicek itu paling keberhasilannya 20%. Kondisi riil di peternak seperti ini. Kalau daging itu masuk, ini bentuk pemusnahan peternak rakyat,” kata Ilham saat ditemui di Jakarta, Kamis (17/3/2016).
Ilham mencontohkan pada saat kepemimpinan Menteri Pertanian Anton Apriyantono, Indonesia pernah membuka impor daging dalam jumlah besar dan saat itu harga jual peternak anjlok di bawah biaya produksinya.
Sementara itu, Pengamat Peternakan IPB, Kurnia Achjadi mengungkapkan pemerintha harus memperketat syarat pemasukan daging asal negara yang belum bebas dari wabah PMK karena hal itu akan mengancam eksistensi peternak.
Pasalnya, penyakit PMK tersebut dapat menular dan berdampak pada penurunan produktivitas ternak hingga kematian. Apalagi, Indonesia telah bebas PMK lebih dari 100 tahun.
“Kalau wabah ini muncul lagi, apa yang kita lakukan bertahun-tahun lalu akan sia-sia. Tolong SOP penanganan PMK dilakukan secara ketat,” kata Kurnia.
Seperti diketahui, Pemerintah akan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 4 Tahun 2016 tentang perluasan asal pemasukan daging dan ternak dari negara yang belum bebas dari PMK namun memiliki zona bebas wajah tersebut.
PP tersebut telah ditandatangani Presiden Joko Widodo dua pekan lalu dan kini tengah diproses pengesahannya di Kemenkumham.
PP tersebut membuka impor dengan skema zonabased dari yang sebelumnya countrybased. Selain daging, pemerintah akan membuka impor sapi bakalan (sapi potong untuk digemukkan).
Kendati demikian, pemasukan sapi bakalan harus melalui Pulau Karantina yang belum diselesaikan pembangunannya.