Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tekan Biaya Logistik, Pengusaha Bakal Bangun Logistik Berikat di Jateng

Pengusaha importir Jawa Tengah berencana membangun Pusat Logistik Berikat di Kawasan Terboyo Semarang dengan luas lahan di atas 1 hektare, guna menekan biaya logistik dan mempersingkat waktu muat bongkar barang.
Kawasan Pelabuhan Tanjung Priok/Ilustrasi
Kawasan Pelabuhan Tanjung Priok/Ilustrasi

Bisnis.com, SEMARANG - Pengusaha importir Jawa Tengah berencana membangun Pusat Logistik Berikat di Kawasan Terboyo Semarang dengan luas lahan di atas 1 hektare, guna menekan biaya logistik dan mempersingkat waktu muat bongkar barang.

Wakil Ketua Bidang Kepelabuan dan Kepabean Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (Ginsi) Jateng Andreas Budi Wiroharjo mengatakan lahan PLB sudah dipersiapkan dengan luasan lahan 1,1 ha, yang menjadi syarat wajib pendirian logistik berikat. Tahun ini, ditargetkan PLB dapat beroperasi dan dimanfaatkan oleh pengusaha.

Menurutnya, pendirian PLB sangat penting mengingat Jateng merupakan pengimpor terbesar jenis kapas, untuk kebutuhan industri tekstil dan produk tekstil. “Perizinan yang diberikan bahwa satu provinsi harus ada satu PLB. Lahan sudah ada, pekan depan kami akan urus semuanya,” terang Andreas saat ditemui Bisnis, Rabu (16/3/2016).

Dia menjabarkan tipikal kawasan berikat dengan logistik berikat hampir sama. Bedanya, barang yang masuk kawasan berikat 100% harus berorientasi ekspor. Adapun, barang yang masuk ke logistik berikat bisa 50% untuk market domestik atau lokal dengan ketentuan bayar bea masuk dan 50% untuk ekspor tanpa dipungut biaya lainnya.

Saat ini, pihaknya akan menggandeng satu perusahaan besar yang memproduksi garmen dan sejenisnya. Pasalnya, di Jateng merupakan penyumbang ekspor terbesar untuk industri garmen, sedangkan kebutuhan bahan baku seperti kapas mayoritas 95% impor.

“Di Jateng, impor paling banyak itu ada empat komoditas yakni kapas, plastik, kedelai dan jagung. Nanti, barang-barang itu langsung masuk ke gudang, kan dua hari selesai. Jadi lebih efisien waktu dan biaya di pelabuhan,” terangnya.

Andreas menjabarkan pembangunan PLB bertujuan untuk memindahkan barang-barang kebutuhan industri maupun non industri dari yang sebelumnya ada di negara tetangga ke gudang-gudang yang ada di Indonesia. Keberadaan PLB akan membuat ongkos produksi semakin efisien dan murah.

Terlebih lagi PLB adalah gudang logistik multi-fungsi di dalam negeri yang diberikan fasilitas Insentif Fiskal dan Insentif Non Fiskal. Insentif fiskal yang diberikan misalnya, mencakup penangguhan bea masuk, pembebasan cukai, dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor (PDRI) untuk barang impor.

Sebagai negara dengan jumlah PDB (Produk Domestik Bruto) terbesar di ASEAN yakni 45%, dengan persentase jumlah penduduk sebanyak 45%, dan konsumsi terbesar se-ASEAN sebesar 40%-45%, Indonesia seharusnya memiliki gudang tersebut.

“Tapi kita mau beli apa saja harus pergi ke negara lain, apa-apaan? Buat saya tidak, produksinya di sini kok gudangnya di negara lain,” ujar Presiden Joko Widodo dalam peresmian PLB pekan lalu.

Melihat situasi seperti ini, Presiden mengatakan bahwa kondisi seperti ini tidak dapat diteruskan, harus dihentikan. “Kami akan kehabisan ongkos dan memang benar biaya logistik dan transportasi yang memberatkan,” ucapnya.

Ketua Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos dan Logistik Indonesia Wilayah Jateng Tony Winarno mengatakan keberadaan PLB sangat membantu untuk menekan biaya logistik. Selama ini, katanya, para pengusaha mendatangkan barang atau impor bahan baku dari Singapura dan Hongkong.

“Pengusaha membeli barang gudang yang ada di Singapura dan Hongkong. Tentu, biayanya sangat mahal. Adanya PLB lebih efisien dari segala hal,” terangnya.

Ekspor Jawa Tengah Februari 2016 mengalami peningkatan naik sebesar US$ 16,23 juta atau 3,86% dibanding Januari 2016, karena pengaruh kenaikan ekspor komoditas non migas.

Kepala Badan Pusat Statistik Jateng Margo Yuwono menjelaskan nilai ekspor pada Februari dari Jateng ke sejumlah negara tercatat sebesar US$436,55 juta atau naik sebesar US$16,23 juta atau 3,86% dibandingkan ekspor Januari 2016 (US$ 420,32 juta).

“Kenaikan nilai ekspor pada bulan lalu disebabkan oleh naiknya ekspor komoditas non migas dari Jawa Tengah sebesar 5,24% yaitu dari US$ 410,48 juta (Januari 2016) menjadi US$ 431,98 juta (Februari 2016),” ujar Margo.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Muhammad Khamdi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper