Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Susi: Illegal Fishing adalah Kejahatan Transnasional

Indonesia mengharapkan dukungan banyak negara maju untuk menjadikan gerakan pemberantasan illegal fishing sebagai kejahatan transnasional terorganisir.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti/Antara
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti/Antara

Bisnis.com, WASHINGTON - Indonesia mengharapkan dukungan banyak negara maju untuk menjadikan gerakan pemberantasan illegal fishing sebagai kejahatan transnasional terorganisir.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan illegal fishing adalah problem global yang besar mulai dari Afrika, Antartika, Amerika Selatan hingga Asia.

Karenanya, ia meminta dukungan ke negara-negara maju seperti Eropa dan Amerika agar IUU Fishing atau penangkapan ikan yang ilegal, tidak dilaporkan dan tidak diatur, menjadi transnational organized crime.

Menteri Susi menyampaikan hal itu saat berpidato di MIT Sloan School of Management dan Harvard Kennedy School, Boston, Senin (7/3/2016) siang waktu setempat atau Selasa dini hari waktu Jakarta.

Menteri Susi juga berdiskusi secara informal dengan sejumlah tokoh saat jamuan makan malam di kediaman Dubes Indonesia untuk AS  Budi Bowoleksono. Selasa (8/9) malam. Dalam kesempatan itu hadir sejumlah tokoh termasuk Sri Mulyani Indrawati (Managing Director World Bank Group), Chatib Basri (mantan Menteri Keuangan), dan Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Perikanan Nilanto Perbowo.

Dalam ceramah di depan mahasiswa MIT dan Harvard, Menteri Susi

menjelaskan latar belakang mengapa pemerintah memilih menjalankan kebijakan deterrent effect dengan menenggelamkan kapal-kapal ikan asing ilegal yang mencuri ikan di perairan Indonesia.

Ia prihatin, karena sebagai negara maritim dengan garis pantai nomor dua terpanjang di dunia setelah Kanada, ekspor perikanan Indonesia hanya menempati urutan ketiga di Asia Tenggara setelah Thailand dan Vietnam. "Indonesia harus menjadi nomor 1 di Asia Tenggara," katanya.

Keprihatinan kedua adalah data selama 10 tahun terakhir periode 2003 hingga 2013, di mana sepertiga anak pesisir mengalami pertumbuhan kuntet (stunting) karena kekurangan protein.

Padahal, tren di dunia anak-anak sekarang tumbuh bongsor, generasi baru cenderung tumbuh lebih tinggi dan lebih besar. "Ini ironis," ujarnya.

Selain itu, praktik penangkapan iklan secara ilegal kerap terkait erat dengan human traficking, penyelundupan obat terlarang, serta penyelundupan hewan berbahaya yang dilindungi.

Selain itu, Indonesia ingin menjalankan hubungan bilateral yang sehat, yang normal, dan setara, serta memiliki daya tawar yang tinggi.

Terlebih peran Indonesia di  kawasan regional sangat vital dalam mempengaruhi stabilitas ekonomi dan politik di kawasan. Dengan penduduk lebih dari 250 juta, penting bagi Indonesia agar politik dan ekonominya stabil.

"Jika 10% saja penduduk Indonesia menjadi imigran  keluar, dampaknya akan sangat buruk bagi kawasan," ujar Susi.

Ia mencontohkan Syria dengan hanya 7 juta penduduk telah menjadi masalah besar bagi seluruh Eropa, dan menelan dana miliaran dolar untuk mengatasi pengungsi.

Karena itu ia mendesak Amerika Serikat, Eropa dan negara lain untuk melihat peran Indonesia secara keseluruhan. "Ini bukan hanya kepentingan Indonesia, tetapi juga kepentingan masyarakat dunia," katanya.

 

Manfaat untuk Indonesia

Menurut Susi, visi pemerintahan Presiden Jokowi bahwa Indonesia adalah pusat grafitasi industri kelautan sangat dimengerti dan masuk akal. Namun, katanya,

sumberdaya yang ada harus memberikan manfaat ke Indonesia terlebih dahulu, tidak diambil secara bebas dan ilegal ke luar.

Ia menyebut sebelum langkah pemberantasan illegal fishing dilakukan setahun lalu, terdapat lebih dari 10.000 kapal asing bebas melaut di Indonesia. "Mereka mengambil ikan di Indonesia freely dan illegally," kata Susi.

Sedikitnya 150 kapal asing berbagai ukuran telah ditenggelamkan hingga saat ini. Terakhir, Satgas Illegal Fishing menangkap kapal MV Viking berukuran lebih dari 1.500 GT, yang akan dikandaskan di Pangandaran sebagai monumen pemberantasan illegal fishing.

Setelah tindakan tegas pemerintah dalam pemberantasan pencurian ikan dari kapal asing, tangkapan beberapa negara turun hingga 40%-50%, sebaliknya Indonesia naik 70%,merujuk data BPS.

Selain itu, pertumbuhan ekonomi sektor perikanan naik 8,9% akhir tahun lalu, kontras dengan Thailand yang turun 3,1% dan pasok China turun 4%.

Manfaat lain bagi Indonesia dalah penghematan BBM yang mencapai sekitar Rp60-70 triliun setahun terakhir karena solar tidak lagi diselundupkan untuk bahan bakar kapal yang mencuri ikan di tengah laut. Merujuk data kementerian ESDM, Susi mengatakan penghematan konsumsi solar itu mencapai 37%.

Dia mengakui proses pemberantasan ilegal fishing di Indonesia belum 100% selesai karena wilayah yang terlalu luas. Kini sedang dibentuk Satgas berdasarkan Keppres 115, yang berharap proses ini menjadi lebih kuat.

Dicontohkan 60% bibit tuna berasal dari Indonesia. Jika tidak dikontrol, 60% pasok tuna dunia dalam ancaman.

Soal human trafficking, Susi mengatakn di Benjina telah membebaskan 1.200 nelayan dariberbagai negara yang diperbudak oleh pemilik kapal ilegal.

Mereka tidak bisa protes, kalau protes dilepmar ke laut ditenggelamkan, diperlakukan buruk. Ratusan ribu kapal beroperasi dengan cara seperti itu.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Arif Budisusilo
Editor : Setyardi Widodo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper