Bisnis.com, JAKARTA - Deflasi sepanjang Februari 2016 hanya 0,09%, menurun 75% dari raihan deflasi Februari 2015 yang mencapai 0,36%.
Ketua Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin mengatakan sepanjang Februari mengalami deflasi 0,09%, padahal pada bulan yang sama tahun lalu deflasi mencapai 0,36%.
Dia menjelaskan deflasi di Februari telah terjadi 2 tahun terakhir. Adapun pada Februari sepanjang periode 2010 hingga 2014 selalu terjadi inflasi.
Dia mengungkapkan inflasi tahun kalender 2016 sebesar 0,42%. Sementara itu, inflasi dari tahun ke tahun mencapai 4,42%. Inflasi komponen inti sebesar 0,31%, adapun inflasi komponen inti dari tahun ke tahun sebesar 3,59%.
"Pada Februari ini, sebanyak 52 kota mengalami deflasi dan 30 kota mengalami inflasi," katanya diJakarta, Selasa (1/3/2016).
Deflasi tertinggi terjadi di Merauke sebesar 2,95%. Sementara deflasi terendah terjadi di Sibolga, Bogor, Sumenep, dan Makassar yang mencapai 0,02%. Tanjung Pandan menjadi wilayah yang memiliki angka inflasi tertinggi sebesar -0,02%.
Menurut kelompok pengeluaran, bahan makanan mengalami deflasi 0,58%. Deflasi juga terjadi pada komponen perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar sebesar 0,45%.
Deflasi terjadi karena ada penurunan tarif dasar listrik (TDL) dan bahan bakar minyak (BBM). Adapun bahan makanan jadi, minuman, rokok, dan inflasi justru mengalami inflasi 0,63%.
Berdasarkan komponen inti, harga yang diatur pemerintah (administer price) mengalami deflasi 0,76% karena penurunan TDL dan BBM. Komponen energi mengalami deflasi 2,04%. Suryamin menegaskan Penurunan harga energi seharusnya berdampak terhadap biaya produksi.
"Kalau harga turun, seharusnya harga jual turun," ungkapnya. Namun, hal tersebut belum terjadi di Indonesia. Penurunan tarif energi seringkali tidak diikuti penurunan harga jual. ()