Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu mengungkapkan kesepakatan tarif impor AS sebesar 19%—yang masih berpotensi lebih rendah—serta IEU-CEPA dapat menjadi momentum untuk mengerek pertumbuhan ekonomi menuju 5%.
Melalui tarif yang lebih rendah dari kebanyakan negara lainnya dan ditambah dengan proyeksi ekspor semester II/2025 yang lebih tangguh, Febrio meyakini ekonomi Indonesia dapat semakin mendekati outlook pemerintah yang sebesar 5% untuk tahun ini.
Untuk itu, pemerintah perlu memanfaatkan adanya kesepakatan dagang dengan AS maupun Eropa untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
“Kami melihat peluang pertumbuhan ekonomi akan menuju ke sekitar 5%, [ada] peluang untuk mendorong lebih cepat lagi karena ada momentum dengan keberhasilan tim untuk negosiasi [tarif],” ujarnya saat ditemui di kantor Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Senin (21/7/2025).
Di sisi lain, Febrio memandang kesepakatan dagang antara Indonesia dan Uni Eropa yang sudah rampung usai pembahasan selama 10 tahun, bukan hanya akan membawa perdagangan, tetapi juga arus investasi ke Indonesia
“Ini adalah momentum yang akan kami gunakan untuk paruh kedua dari tahun 2025 ini,” jelasnya.
Baca Juga
Masih di tempat yang sama, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto enggan menjawab saat ditanya proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini.
Usai rapat terkait pertumbuhan ekonomi yang diselenggarakan siang tadi, termasuk Febrio yang ikut rapat di dalam pertemuan tersebut, Airlangga hanya menyampaikan bahwa pemerintah terus berusaha mencapai target pertumbuhan ekonomi sesuai APBN.
“Tentu kami berharap pertumbuhan ekonomi yang dicantumkan di dalam APBN bisa mencapai. Tadi rapat khusus dengan kementerian terkait bagaimana kita bisa mengenjot pertumbuhan ekonomi dengan pertama tentunya IEU-CEPA yang sudah ditandatangani,” jelasnya.
Pada kuartal I/2025, kinerja produk domestik bruto (PDB) mengalami kontraksi sebesar 0,98% (quarter to quarter/QtQ), terdalam dalam lima tahun. Secara tahunan, hanya tumbuh 4,87% yang terhambat efisiensi pemerintah.
Konsumsi rumah tangga pada periode tersebut yang menyumbang 54,53% terhadap PDB hanya mampu tumbuh 4,89% (YoY) meski terdapat Ramadan dan Lebaran. Sementara konsumsi pemerintah kontraksi 1,38% dan hanya menyumbang 5,88% terhadap PDB.