Bisnis.com, SEMARANG - Permintaan properti di Jawa Tengah tahun ini bakal melesat untuk segmen rumah menengah ke bawah terkait dengan regulasi pemerintah yang mendukung dunia usaha.
Ketua DPD Realestat Indonesia (REI) Jateng MR Prijanto memaparkan kebutuhan akan rumah setiap tahun terus meningkat.
Apalagi, masih banyak masyarakat Jateng belum memiliki rumah dengan jumlah menembus angka 1,5 juta dari total penduduk 33,5 juta jiwa.
Di samping itu, permintaan properti yang makin pesat didorong program pemerintah yang dikenal Program Sejuta Rumah.
“Tahun ini, prediksi kami permintaan properti bakal melesat,” ujar Prijanto kepada Bisnis, Jumat (26/2/2016).
Dia menerangkan realisasi pembangunan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) atau rumah bersubsidi terus digenjot lantaran harga sudah dipatok oleh pemerintah.
Adapun harga per unit rumah tipe 21 hingga tipe 36 dipatok senilai Rp116,5 juta untuk tingkat Provinsi Jateng.
Beda halnya, katanya, dengan tahun sebelumnya yang mana pemerintah mengeluarkan patokan harga mendekati akhir semester I/2015.
Tahun lalu, realisasi pembangunan rumah bersubsidi hanya 5.600 unit, adapun untuk rumah nonsubsidi mencapai 2.300 unit.
“Tentu tipe rumah menyesuaikan dengan kondisi kota/kabupaten. Semakin dekat dengan kota, harga tanah melambung dan kemampuan rumah yang dibangun hanya tipe 21 dan tipe 27,” ujarnya.
REI Jateng menargetkan pembangunan rumah sebanyak 12.000 unit dengan rincian 10.000 unit untuk kategori rumah bersubsidi dan 2.000 unit untuk kategori menengah ke bawah atau nonsubsidi.
Di sisi lain, data harga properti di Jateng pada Triwulan IV/2015 yang dirilis Bank Indonesia terpantau mengalami peningkatan.
Hal itu tercermin dari Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) triwulan IV/2015 yang tercatat sebesar 190,90 atau naik 10,90% (yoy), sejalan dengan IHPR nasional yang meningkat sebesar 4,55% (yoy).
Peningkatan indeks ini sejalan dengan beberapa indikator ekonomi seperti pergerakan IHK subkelompok biaya tempat tinggal yang juga meningkat di triwulan IV-2015 sebesar 1,20% (yoy), peningkatan pendapatan masyarakat Jawa Tengah pada tahun 2015 yang tercermin PDRB perkapita Jawa Tengah meningkat sebesar sebesar 8,70% (yoy), serta PDRB triwulan IV/2015 Provinsi Jawa Tengah untuk lapangan usaha konstruksi yang meningkat sebesar 7,35% (yoy).
“Peningkatan IHPR terjadi di seluruh tipe rumah, dengan kenaikan indeks terbesar terjadi pada rumah tipe kecil 27,23% (yoy), diikuti rumah tipe menengah dan besar masing-masing meningkat 3,89% (yoy) dan 2,63% (yoy),” ujar Deputi Kepala Perwakilan BI Jateng Ananda Pulungan.
Jumlah unit rumah yang dibangun pada triwulan IV-2015 secara umum tercatat mengalami peningkatan sebesar 3,28% (qtq) dibanding triwulan III-2015.
Peningkatan jumlah unit rumah dibangun tersebut sejalan dengan konsumsi semen Jawa Tengah yang juga meningkat di triwulan IV-2015 tumbuh 17,50% (qtq) dan PDRB sektor konstruksi yang tumbuh sebesar 4,51% (qtq) di triwulan ini.
Menurutnya, peningkatan pasokan unit rumah terjadi dari pembangunan rumah tipe kecil dan besar dengan kenaikan masing-masing sebesar 16,82% (qtq) dan 2,86% (qtq).
Kebijakan Bank Indonesia melakukan relaksasi loan to value (LTV) terhadap kredit properti pada pertengahan Juni 2015 mendorong pertumbuhan penjualan properti residensial di Jawa Tengah, khususnya rumah tipe menengah dan besar.
Kondisi itu tercermin pada penjualan rumah tipe menengah dan besar pada triwulan IV/2015 yang meningkat sebesar 3,83% (qtq) dan 2,76% (qtq) dengan kualitas kredit KPR masih cukup terjaga baik sebagaimana tercermin dari tingkat non performing loan (NPL) yang relatif rendah 2,12%.
IHPR pada triwulan I/2016 diperkirakan masih akan meningkat di kisaran 191,93.
Hal ini diperkirakan didorong oleh masih cukup tingginya permintaan masyarakat terhadap rumah yang merupakan kebutuhan dasar masyarakat, sementara lahan hunian terbatas, serta tingginya harga bahan bangunan dan upah pekerja di sektor bangunan.