Bisnis.com, BANDUNG - Koperasi Peternak Bandung Selatan (KPBS) kesulitan memacu produksi susu segar dalam kemasan karena populasi sapi perah yang stagnan.
Ketua KPBS Aun Gunawan mengatakan saat ini produksi susu kemasan hanya 15 ton per hari atau 450 ton per bulan, tidak berubah seperti tahun lalu.
Tidak adanya peningkatan produksi susu kemasan dipicu populasi sapi perah di tingkat peternak yang masih stagnan sebanyak 13.000 ekor. "Beruntung populasi masih bisa dijaga setelah maraknya penjagalan pada 2011--2013. Tetapi, pembibitan sapi perah harus ditingkatkan agar populasi sapi perah bisa meningkat," ujarnya kepada Bisnis, Rabu (24/2/2016).
Berdasarkan catatan KPBS, jumlah populasi sapi perah sebelum maraknya penjagalan mencapai 17.000 ekor. Saat itu, peternak lebih tertarik menjualnya akibat harga susu merosot, dan harga daging tinggi.
Kendati demikian, kondisinya perlahan mulai naik sehingga peternak banyak yang lebih menahan sapinya untuk dipelihara. Terkait maraknya susu impor, pihaknya mengaku khawatir karena harga susu di pasar dunia sedang turun yang menyentuh Rp4.000 per liter.
Kondisi tersebut bisa berimbas terhadap harga susu di tingkat peternak yang 90% mengandalkan pasar ke industri pengolahan susu (IPS) seharga Rp5.000-Rp6.000 per liter. "IPS bisa saja memilih susu impor untuk bahan baku produksi mereka karena harganya jauh lebih murah," ungkapnya.
Kendati demikian, pihaknya optimistis IPS tetap akan menyerap susu peternak dengan harga tinggi, sebab kualitas susu di dalam negeri lebih baik dibandingkan dengan impor.
Meski demikian, KPBS meminta pemerintah segera memperbanyak rumput hijauan serta pembibitan sapi perah, guna mempertahankan kualitas susu di tingkat peternak. "Ini sebagai salah satu langkah unuk menjaga kepercayaan IPS," ujar Aun.
Hal serupa diungkapkan Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) Jawa Barat. Ketua GKSI Jabar Dedi Setiadi mendorong pemerintah menyediakan payung hukum untuk penyediaan bibit dan rumput hijauan bagi sapi perah.
Dia menilai kedua persoalan tersebut hingga saat ini belum pernah terselesaikan, sehingga peningkatan kualitas susu di tingkat peternak sulit dilakukan. "Pakan itu berkontribusi 70% bagi konsumsi sapi perah untuk menghasilkan susu berkualitas," ujarnya.
Di sisi lain, untuk pembibitan peternak masih merasakan kesulitan mengaksesnya karena harganya yang cukup mahal. Apabila payung hukum digulirkan, kebutuhan bibit sapi dan rumput hijauan akan terjamin. Saat ini, ketersediaan bibit dan pakan hijauan sangat sedikit. Peternak siap membeli asalkan ketersediannya dijamin oleh pemerintah.
Pada perkembangan terpisah, Pemerintah Provinsi Jawa Barat mendorong peternak sapi perah untuk melakukan sertifikasi terhadap bibit yang mereka pelihara. Kepala Dinas Peternakan (Disnak) Jabar Dody Firman Nugraha mengatakan sertifikasi ternak sangat penting sebagai jaminan kepada masyarakat terhadap kualitas bibit.