Bisnis.com, JAKARTA - Indonesian Iron & Steel Industry Association (IISIA) mengatakan pemangkasan produksi baja China berdampak pada peningkatan harga baja dunia.
Di sisi lain, rendahnya harga baja di dalam negeri seiring belum terpakainya stok baja yang diimpor ketika harga rendah.
“Di dalam negeri masih rendah karena stok bahan baku yang diimpor ketika harga rendah belum habis. Setelah stok lama habis maka akan terbentuk harga keseimbangan baru di dalam negeri,” ujar Hidayat Triseputro, Direktur Eksekutif IISIA kepada Bisnis, Selasa (23/2/2016).
Jika pemerintah China konsisten menjalankan kebijakan pengurangan produksi baja, lanjutnya, harga baja dunia akan segera terangkat. Di lain sisi, pengerjaan proyek di dalam negeri diharapkan mengutamakan baja domestik.
Berdasarkan data World Steel Association, produksi baja mentah Asia sepanjang 2015 dibandingkan 2014 turun 2,3% dengan volume 1.113 juta ton. Penurunan ini didorong oleh penurunan produksi di China, Jepang dan Korea Selatan.
Produksi baja mentah China pada tahun lalu turun 2,3% menjadi 803,8 juta ton, sementara produksi Jepang turun lebih dalam sebesar 5% menjadi 105,2 juta ton. Adapun penurunan produksi baja Korea Selatan sebesar 2,6% menjadi 69,7 juta ton.
Kendati demikian, pangsa pasar baja mentah China secara global pada tahun lalu justru meningkat dari 49,3% pada 2014 menjadi 49,5%. Di sisi lain, produksi baja India justru meningkat 2,6% menjadi 89,6 juta ton.
Mengutip reuters, pemerintah China secara resmi mengumumkan akan memangkas produksi baja mentah sebesar 100 juta ton – 150 juta ton dan menurunkan ukuran industri batubara yang mengalami kelebihan kapasitas.
Pemerintah China tengah berupaya mengurangi kelebihan kapasitas produksi industri baja yang diperkirakan sebesar 300 juta ton. Selain itu, pemerintah juga tengah berupaya menggeser pertumbuhan ekonomi didorong oleh konsumsi ketimbang investasi besar.
Penurunan produksi baja mentah China sebesar 2,3% menjadi 803,8 juta ton pada tahun lalu menjadi penurunan pertama lebih dari tiga dekade terakhir dan mengindikasikan ekonomi produsen terbesar dunia tengah melambat.