Bisnis.com, Jakarta—Inisatif pemerintah untuk membangun 1.000 unit Toko Tani Indonesia harus dibarengi dengan pengawasan rantai distribusi pangan setelah dari toko. Direktur Penelitian Center Of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan tata niaga setelah dari toko tani yang berada di sekitar sentra produksi harus dibenahi karena minimnya peran Bulog.
Menurutnya, peran Bulog dalam stok pengumpulan pangan masih cenderung kecil dengan penguasaan 20%, sementara sisanya berada di swasta. Bulog dapat membeli hasil produksi petani dengan harga lebih baik dan memotong rantai dari spekulan.
“Selain pendirian toko itu, juga harus diimbangi rantai setelah toko itu harus diberikan. Disitu orang masih bisa bermain, spekulan kan,” ucapnya, di Jakarta, Senin (15/2/2016).
Dia menuturkan distributor masih bisa melakukan praktik membeli dengan harga murah kemudian dijual dengan harga yang berlipat-lipat sekaligus memainkan jumlah stok. Ketika harga pangan tinggi, justru upah riil buruh tani menurun 0,30% menjadi Rp37.372 per hari pada Januari 2016.
Faisal menjelaskan penekanan laju inflasi pada harga pangan bagi konsumen di perkotaan bukan dengan menekan harga di tingkat petani tetapi melalui distribusi yang tepat.
“Upah riil terus menurun. Menekan harga pangan di konsumen perkotaan itu bukan dengan menekan harga di tingkat petani karena sudah rendah sekali NTP [Nilai Tukar Petani] dan rendah sekali upah riilnya,” ujarnya.
Nilai Tukar Petani (NTP) Januari 2016 kembali mengalami penurunan 0,27% atau pada level 102,55 daripada bulan sebelumnya. Penurunan itu disebabkan indeks harga yang diterima petani naik sebesar 0,35% atau lebih kecil dibandingkan kenaikan indeks harga yang dibayar petani sebesar 0,63%.
Sementara itu, inflasi perdesaan sebesar 0,83% selama Januari 2016 disebabkan naiknya seluruh kelompok konsumsi kecuali transportasi dan komunikasi.