Bisnis.com, SEMARANG—PT Phapros Tbk., menargetkan penjualan obat tahun ini melonjak 14% dibandingkan tahun lalu seiring dengan realisasi sejumlah paket kebijakan ekonomi dari pemerintah.
Pada akhir tahun lalu, perseroan mencatat kenaikan penjualan 19,5% ketimbang 2014 dengan angka Rp578 miliar menjadi Rp691 miliar.
Iswanto, Direktur Utama PT Phapros Tbk., mengatakan pada 2015 merupakan tahun pencapaian yang sangat baik bagi Phapros di tengah fluktuasi kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dan belum stabilnya kondisi perekonomian Indonesia.
Dia mengatakan prestasi tersebut diikuti dengan pertumbuhan laba bersih yang naik signifikan sebesar 40% dari Rp45 miliar menjadi Rp63 miliar pada akhir 2015.
“Kami menargetkan penjualan tahun 2016 ini naik 14% dari realisasi tahun 2015,” terangnya, Kamis (21/1/2016).
Pihaknya menyakini pemberlakukan kepesertaan BPJS Kesehatan dapat meningkatkan penjualan di sektor obat generic hingga mencapai dua digit.
Oleh karena itu, perseroan telah melebarkan sayap bisnis dengan berinvestasi untuk membangun pabrik di Kabupaten Semarang Jawa Tengah.
Iswanto mengatakan perusahaan semakin optimis bisnis farmasi akan terus meningkat seiring dengan kebutuhan akan obat yang meningkat setiap tahun. Dengan demikian, perseroan yakin laba bersih tahun ini bisa naik 7% dari realisasi tahun lalu.
Phapros telah menyiapkan beberapa strategi agar target yang diinginkan tahun ini bisa terealisasi. Diantaranya adalah memperkuat unit parenteral atau obat injeksi yang selama ini menjadi kekuatan perusahaan farmasi yang sudah lebih dari 60 tahun berdiri ini.
Untuk produk obat generic berlogo (OGB) dan ethical (obat dengan resep dokter), ujarnya, Phapros akan terus fokus ke pasar-pasar parenteral dengan mendorong pertumbuhan penjualan produk-produk andalan Phapros seperti Pantoprazole injeksi, dan Ranitidin injeksi,” jelas Iswanto.
“Selainitu, kami juga menyiapkansatuparenteral production line baru untuk menambah kapasitas obat injeksi Phapros, sehingga bisa tumbuh 30%-40% ketimbang tahun lalu. Kami menginvestasikan dana sebesar Rp20 miliar untuk lini tersebut,” tambahnya.
Adapun, untuk produk over the counter (obat jual bebas), Phapros bersiap masuk ke digital market untuk merambah e-commerce yang saat ini sedang berkembang serta melakukan re-branding dua produknya yakni Hemorogard dan Bioron.
Sementara itu, Ketua Gabungan Pengusaha Farmasi Jawa Tengah Koesbintoro Singgih mengatakan industri farmasi di daerah tidak khawatir dengan persaingan industri serupa dari luar negeri.
Sayangnya, kendala yang dihadapi pengusaha farmasi yakni adanya aturan yang cukup ketat dari pemerintah. Hal itu membuat pengusaha untuk kesulitan untuk berkembang.
“Kami sadar, standar produk obat harus sesuai prosedur. Yang jadi persoalan lamanya proses perizinan, mestinya pemerintah melalui BPOM harus mengerti hal ini,” ujarnya.
Koesbintoro mengatakan program JKN dapat memacu penjualan obat jenis generik. Di sisi lain, menurutnya, persaingan yang dialami pengusaha antara lain soal harga maupun kualitas dari produk obat tersebut.
Untuk memacu kualitas dan kapasitas produksi, pengusaha industri farmasi Indonesia akan berinvestasi senilai US$500 juta dalam tenggat lima tahun ke depan.
Dana investasi sebanyak itu bakal digunakan untuk renovasi perusahaan dan pembangunan pabrik farmasi baru di dalam negeri.