Bisnis.com, JAKARTA—Kementerian Perindustrian menyatakan dua perusahaan smelter yang mengajukan insentif tax holiday yakni PT Well Harvest Winning Alumina Refinery dan PT Feni Haltim dialihkan sebagai calon penerima tax allowance oleh Komite Verifikasi.
Haris Munandar N., Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Kemenperin, mengatakan keputusan tersebut didapatkan dari rapat Komite Verifikasi yang terdiri dari pejabat Kementerian Keuangan, Kemenko Bidang Perekonomian, Kemenperin, dan Badan Koordinasi Penanaman Modal.
“Rapat terakhir Komite Verifikasi memutuskan PT Caterpillar Indonesia Batam dan PT Synthetic Rubber Indonesia direkomendasikan ke Menkeu mendapatkan tax holiday, sementara dua perusahaan smelter ini dialihkan ke tax allowance,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (2/12).
Menurutnya, Komite Verifikasi pemberian fasilitas keringanan pajak merekomendasikan PT Caterpillar Indonesia Batam dan PT Synthetic Rubber Indonesia kepada menteri keuangan mendapatkan libur pajak selama lima tahun.
Adapun dua perusahaan smelter yang dialihkan untuk diproses menerima tax allowance ini, sesuai dengan PP No. 18/2015 berpotensi hanya menerima pengurangan pajak sebesar 5% setiap tahun selama lima tahun.
Kendati demikian, lanjutnya, rekomendasi Komite Verifikasi masih dapat berubah sesuai dengan keputusan menteri keuangan. Pasalnya, sesuai dengan peraturan yang berlaku, menteri keungan memiliki diskresi dalam pengambilan keputusan.
Berdasarkan catatan Bisnis, nilai investasi yang akan dikeluarkan PT Caterpillar Indonesia Batam dalam bidang industri alat berat senilai Rp1,4 triliun, PT Synthetic Rubber Indonesia yang memproduksi karet sintetis sebesar Rp4,6 triliun.
Adapun nilai investasi yang akan dikeluarkan oleh dua perusahaan smelter tersebut yakni PT Well Harvest Winning Alumina Refinery untuksmelter grade alumina senilai Rp6,7 triliun dan PT Feni Haltim dalam smelter feronikel sebesar Rp16 triliun.
Dengan demikian dari seluruh perusahaan yang mengajukan insentif tax holiday kepada pemerintah, tersisa dua proposal yang belum dibahas oleh Komite Verifikasi, yakni milik PT Sateri Viscose International dan PT Sulawesi Mining Investment.
Haris mengatakan Komite Verifikasi menargetkan pembahasan proposal pengajuan tax holiday dari dua perusahaan tersebut dapat rampung akhir bulan ini. Dengan demikian, seluruh proposal baru yang diajukan oleh investor akan dibahas menggunakan peraturan terbaru yakni PMK No. 159/2015.
Dasar Komite Verifikasi hanya bersedia memberikan tax allowance kepada perusahaan smelter ini, ujarnya, karena fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral yang dibangun hanya menghasilkan produk setengah jadi.
Perkembangan lain, tuturnya, proposal PT Sulawesi Minning Investment perusahaan smelter nikel yang pada pembahasan tahap pertama Komite Verifikasi terkendala syarat administrasi, berkemungkinan juga dialihkan sebagai calon penerima tax allowance.
Haykel Hubies, Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Pengolahan dan Pemurnian Indonesia, mengatakan terdapat perbedaan pandangan antara Kementerian Keuangan dengan maksud dikeluarkannya insentif tax holiday era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
“Ketika Pak Sby melarang ekspor mineral mentah, beliau mengeluarkan insentif fiskal untuk menstimulus investor mendirikan smelter.Industri ini berada di sektor hulu dan sangat pionir di Indonesia,” ujarnya kepada Bisnis.
Dengan tingkat risiko tinggi, modal besar serta minim infrastruktur dari pemerintah, insentif tax holiday dimaksudkan untuk memulai program hilirisasi. Saat ini sejumlah smelter tertekan harga komoditas rendah serta biaya pinjaman tinggi.
“Selain itu, pemberian fasilitas jangan dilihat dari sisi administrasi pendirian badan hukum. Di negara lain tax holiday diberikan saat smelter telah commissioning atau berproduksi. Dengan demikian lebih terukur proyek pembangunannya. Kami minta ada insentif deregulasi untuk smelter yang telah produksi,” tuturnya.