Bisnis.com, JAKARTA—Penggunaan beton pracetak nasional diprediksi meningkat 30% hingga 2019 seiring dengan peningkatan kebutuhan penggunaan beton pracetak pada proyek-proyek infrastruktur dan program sejuta rumah yang tengah digalakkan pemerintah.
Sekretaris Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Taufik Widjoyono menyatakan, dukungan sumber daya konstruksi berupa ketersediaan beton pracetak dalam negeri sangat penting dalam pembangunan inrastruktur. Pasalnya, meningkatnya penggunaan beton pracetak selaras dengan meningkatnya penggunaan komponen lokal.
“Industri beton pracetak ini kualitasnya menguntungkan karena diawasi secara ketat sejak pembuatan. Di lapangan juga menjadi lebih bersih. Penggunaan produk ini juga bisa mengurangi cost produksi,” ujarnya
Taufik menuturkan kebutuhan investasi infrastruktur dalam RPJMN 2015-2019 senilai Rp.5.452 triliun dan kapitalisasi pasar konstruksi nasional pada tahun 2015 diperkirakan mencapai Rp. 1.000 triliun dan menjadi pasar konstruksi terbesar di ASEAN.
Adapun kapitalisasi industri beton pracetak dan prategang tahun 2014 sebesar 16,61% dari total pekerjaan beton nasional. Pemerintah akan terus mendorong porsi tersebut hingga mencapai 30% pada tahun 2019 untuk meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan kualitas dalam penyelenggaraan konstruksi nasional.
“Saat ini masih 16,6% karena orang masih ingin membangun [rumah] dengan ukurannya masing-masing, tidak standar. Ke depannya kita kan ingin konstruksi lebih murah, cepat, dan dalam jumlah banyak karena itu pasarnya [beton pracetak] makin lama makin besar,” tambahnya.
Untuk mendorong peningkatan industri beton pracetak ini, ujar Taufik, pemerintah akan melakukan standarisasi desain konstruksi bangunan dalam proyek-proyek pemerintah yang menggunakan komponen beton pracetak. Selain itu, pihaknya juga akan menerbitkan katalog produk industri beton pracetak dan prategang sebagai referensi bagi para pemangku kepentingan dalam proyek jasa konstruksi.
Ketua Asosiasi Perusahaan Pracetak dan Prategang Wilfred A. Singkali mengatakan, penggunaan beton pracetak terbesar berada pada sektor infrastruktur, khususnya konstruksi jembatan yang memakaii produk pracetak hingga 80%.
“Kami dari asosiasi perhatiannya terutama bagaimana membuat sehingga bagaimana produksi memiliki standar produk yang sama, jangan sampai ada istilah kualitas I dan kualitas II,” ujarnya.
Standarisasi kualitas produk pracetak, ujarnya, menjadi penting untuk mengimbangi kebutuhan pasokan beton pra cetak dalam beberapa tahun ke depan. Untuk itu pihaknya bekerja sama dengan pemerintah melakukan standarisasi kualitas terhadap produk beton pracetak dari sekitar 50 perusahaan yang tergabung dalam asosiasi.
“Kalau harga kami yakini bisa lebih murah karena diproduksi secara massal, cuma memang proses peralihan ke mass product ini kan perlu waktu, sehingga peningkatan efisiensi itu kita dapatkan secara bertahap juga,” tambahnya.