Bisnis.com, JAKARTA – Pengamat ekonomi Universitas Indonesia Faisal Basri mendesak PT Garam untuk mengembalikan lahan-lahan tambak garam milik perusahaan itu kepada rakyat.
“Tidak semestinya PT Garam sebagai perusahaan negara bersaing dengan rakyat. Menurut saya biang keladi dari jatuhnya harga petani adalah karena negara dihadap-hadapkan dengan rakyatnya sendiri,” katanya di Jakarta, Rabu (7/10/2015).
Menurut Faisal, pemerintah selaku pemilik saham harus mengubah model bisnis PT Garam. Bila selama ini masih menggarap industri hulu, perusahaan itu nantinya diarahkan bermain di industri hilir seperti pemurnian garam.
“Kalau bisa juga sebagai pengumpul garam petambak dan stabilisator harga. Mirip kayak Badan Urusan Logistik-lah,” ujar Dosen Fakultas Ekonomi UI ini.
Faisal mengatakan kompetisi antara BUMN dan petani juga terjadi di industri gula. PT Perkebunan Negara (PTPN) selain memiliki lahan tebu juga memiliki pabrik gula. Padahal, kata dia, tanah-tanah PTPN itu dulunya milik rakyat.
“Ceritanya, dulu perusahaan Belanda menyewa lahan rakyat untuk tanam gula. Kemudian setelah kita merdeka, perusahaan itu dinasionalisasi sekalian dengan lahannya. Jadi sekarang negara tanpa bayar sama sekali,” ujar Faisal.
Guru Besar Teknik Kimia UI Misri Gozan mendukung bila PT Garam diarahkan untuk menggarap industri hilir.
Pasalnya, dia menilai di sektor hulu pun perusahaan itu tidak terlalu produktif.
“PT Garam cuma 80 ton per ha. Padahal petani saja sudah ada yang bisa 120 ton,” ujarnya.
Dengan fokus pada hilirisasi, Misri meyakini PT Garam dapat memasok garam kebutuhan industri di Indonesia.
Saat ini, mayoritas garam industri, dengan kadar natrium klorida di atas 97%, masih harus diimpor.