Bisnis.com, JAKARTA—Industri petrokimia meminta kesetaraan peluang mendapatkan fasilitas libur pajak atau tax holiday yang akan diperpanjang menjadi 25 tahun bagi industri utama atau prioritas di Kawasan Ekonomi Khusus.
Fajar Budiono, Sekretaris Jenderal asosiasi Industri Olefin Aromatik dan Plastik, mengatakan kesetaraan peluang bisa didapatkan jika penentuan KEK oleh pemerintah sesuai untuk karakteristik industri petrokimia dengan memenuhi empat unsur.
“Industri ini [petrokimia] tidak bisa di sembarang tempat, pertama kedalaman laut minimal 12 meter, kedua lahan tersedia minimal 300 hektare, tersedia sumber air, dan listrik. Sementara untuk memenuhi seluruh aspek ini sangat jarang,” tuturnya kepada Bisnis, akhir pekan ini.
Oleh karena itu, pengusaha meminta pemerintah fleksibel dalam menentukan lokasi KEK. Jika KEK yang ditetapkan tidak memenuhi syarat berdirinya industri petrokimia, kawasan yang telah dimasuki industri petrokimia dapat ditingkatkan menjadi KEK agar industri dapat berekspansi.
Hingga saat ini, lanjutnya, pelaku usaha masih mempertanyakan kejelasan wilayah yang ditetapkan sebagai KEK. Pasalnya, di tengah penurunan harga minyak dunia, saat ini adalah momen yang tepat untuk berinvestasi.
Selain itu, industri petrokimia berharap tax holiday yang diberi sesuai dengan karakter industri ini yang rata-rata baru mendapatkan untung pada tahun ke delapan. Karena, sejumlah perusahaan yang telah mendapatkan tax holiday hanya bebas pajak 100% pada lima tahun pertama, kemudian dua tahun berikutnya 50%.
Indonesia membutuhkan banyak investasi di sektor hulu. Pasalnya, dari total kebutuhan bahan baku industri petrokimia 4,2 juta ton per tahun, pasokan dari industri dalam negeri seperti Chandra Asri, Pertamina, Lotte Chemical Titan Nusantara dan lainnya hanya 2 juta ton.
Kendati saat ini Chandra Asri memperbesar fasilitas naphtha cracker dari 1,5 juta ton menjadi 2 juta ton per tahun, serta pada 2017 akan membangun kilang minyak yang meningkatkan produksi naphtha cracker menjadi 3 juta ton, pasokan bahan baku dari dalam negeri tetap defisit.
Lebih detail, kebutuhan polipropilena saat ini mencapai 1,4 juta ton, sementara pasokan dalam negeri hanya 650.000 ton per tahun. Selain itu, kebutuhan polipropilena saat ini mencapai 1,3 juta ton sementara pasokan dalam negeri hanya 700.000 ton.