Bisnis.com, MEDAN - Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) menilai bahwa Indonesia sudah saat memiliki Undang-undang Arsitek untuk melindungi konsumen terkhusus pengguna jasa arsitek dalam negeri.
Ketua Umum Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Munichy B Edress menuturkan rencana pembentukan UU Arsitek sudah digagas dari 1978 oleh seluruh dunia, akan tetapi hingga saat ini hanya Indonesia yang belum memiliki undang-undang tersebut.
"Sejak 1978 seluruh dunia sudah sepakat untuk membuat aturan arsitek, di tahun 2000. Pada 2000, tinggal tiga negara lagi yang belum merealisasikannya yakni Vietnam, Myanmar dan Indonesia. Seiring waktu dua negara itu membentuk UU Arsitek. Namun, hingga saat ini hanya Indonesia yang belum memiliki UU Arsitek," ungkapnya, dalam pembukaan Munas IAI ke-XIV di Medan, Jumat (18/9/2015).
Munichy menjelaskan lambatnya pengesahan UU arsitek karena anggapan kalau arsitek itu hanya sebagai juru gambar. Selain itu, katanya, saat ini seluruh aktivitas dan bangunan membutuhkan arsitektur yang profesional, baik di kampus, rumah sakit hingga penjara.
Dia mengungkapkan bila seseorang lulusan sarjana arsitek dianggap belum bisa menjadi arsitek, berbeda dengan dokter yang sudah lulus kemudian diperbolehkan langsung menjadi dokter. Kondisi tersebut disebabkan, arsitek yang lulus berdasarkan UU Dikti harus memiliki pendidikan PPA, sehingga profesi arsitek ini menjadi profesi mulia.
Pada kesempatan yang sama, Plt Gubsu, T Erry Nuradi menuturkan sangat mengapresiasi sekali kegiatan Munas IAI yang digelar di Medan.
Apalagi kegiatan ini menghadirkan arsitek dari 30 provinsi di Indonesia. Dalam kata sambutan, katanya, Sumut merupakan provinsi yang memiliki penduduk multietnis, memiliki budaya dan rumah adat yang baik untuk diteliti oleh seluruh arsitek di Indonesia.
"Pertemuan ini akan banyak membawa manfaat dan kami mengucapkan terima kasih kalau Medan sebagai ibukota Provinsi Sumatra Utara dipilih jadi tempat Munas IAI," kata Erry.