Bisnis.com, JAKARTA— Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengimbau pengembang dan konsumen untuk tidak khawatir perihal setifikasi gedung atau rumah susun nonhunian karena sudah ada peraturan yang menaunginya.
Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR Syarif Burhanuddin menyampaikan, bangunan rusun non hunian, seperti perkantoran atau pusat perbelanjaan memang tidak terakomodasi dalam Undang-Undang no.20/ 2011 tentang Rumah susun.
Oleh karena itu, properti jenis ini masih diatur dalam payung hukum yang lama, yakni Undang-Undang no.16/ 1985 tentang Rumah Susun dan beleid turunannya, yaitu Peraturan Pemerintah no.4/1988 tentang Rumah Susun.
“Bila tidak ter-cover UU no.20/20111, sementara rusun non hunian akan diatur dalam UU yang lama, berikut dengan PP sebagai turunannya,” ujarnya saat dihubungi Bisnis.com, Rabu (16/9).
Berdasarkan penelusuran Bisnis, Peraturan Pemerintah no.4/1988 tentang Rumah Susun yang mencakup 11 bab dan 81 pasal ini memang menjelaskan perihal rumah susun non hunian.
Payung hukum ini menyatakan pengaturan dan pembinaan rumah susun yang digunakan untuk hunian atau bukan hunian, meliputi ketentuan persyaratan teknis dan administratif pembangunan rusun, izin layak huni, pemilikan satuan rumah susun, pengelolaan, dan tata cara pengawasan.
Adapun fungsi pengaturan dan pembinaan dilakukan oleh Kementerian, Pemerintah Daerah, dan lembaga terkait seperti Kantor Agraria Kabupaten atau Kota Madya.
Ketua Pusat Studi Hukum Properti Indonesia Erwin Kallo menuturkan, Peraturan Pemerintah no.4/1998 masih mengatur fungsi rusun sebagai non hunian. Namun, bisnis perkantoran dan pusat perbelanjaan strata tittle di Ibu Kota Negara dapat anjlok akibat ketidakjelasan penerbitan sertifikat hak milik (SHM).
Kondisi ini merupakan ekses dari surat Kepala Biro Hukum Kementerian Perumahan Rakyat yang dilayangkan kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi DKI Jakarta pada 30 Desember 2014.
Surat itu menyebutkan bahwa rumah susun non hunian tidak dapat diproses sertifikat hak miliknya karena jenis properti tersebut tidak tercantum dalam UU No.20/2011 Pasal 50.
“Hal inilah yang menghambat bisnis properti non hunian, seperti perkantoran,” ujarnya dalam acara Diskusi Sertifikasi Rusun Non Hunian di Jakarta, Rabu (16/9/2015).
Adapun UU no.20/2011 hanya mengatur tentang fungsi rumah susun sebagai hunian dan campuran. Sementara itu, fungsi rumah susun sebagai non hunian dianggap bertentangan karena tidak disebutkan di dalamnya.
Kementerian PUPR: Tidak Perlu Khawatir Sertifikat Rusun Nonhunian
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengimbau pengembang dan konsumen untuk tidak khawatir perihal setifikasi gedung atau rumah susun nonhunian karena sudah ada peraturan yang menaunginya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Hafiyyan
Editor : Martin Sihombing
Topik
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
1 jam yang lalu