Bisnis.com, JAKATA—Turunnya harga komoditas dan melemahnya permintaan membuat perusahaan di China menurunkan harga dalam waktu paling cepat dalam enam tahun pada Agustus lalu.
Kondisi itu menunjukkan deflasi yang berkepanjangan berisiko terhadap perekonomian negara itu dan menaikkan peluang akan adanya stimulus tambahan.
Indeks harga produsen (PPI) turun 5,9% selama Agustus dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Angka itu juga menunjukkan penurunan berturut-turut selama 42 bulan sekaligus penurunan paling tajam sejak krisis ekonomi global pada 2009, menurut data dari pemerintah.
Pasar memperkirakan terjadi penurunan indeks itu sebesar 5,5% setelah turun 5,4% selama Juli sebagaimana dikutip Reuters, Kamis (10/9/2015) .
Sedangkan indek harga konsumen (CPI) naik 2% dari tahun sebelumnya sekaligus kenaikan tertinggi dalam setahun, menurut Biro Statistik Nasional. Namun penaikan itu sebagian besar disebabkan oleh kenaikan harga makanan, bukan akibat perubahan dari aktivitas ekonomi.
"Risiko terbesar di China masih pada persoalan deflasi, bukan inflasi. Deflasi PPI pada akhirnya akan menyaring pengaruh CPI dan permintaan agregat akan terus melemah,” ujar Kevin Lai, Chief Economist Asia untuk Daiwa.
Dia menambahkan perusahaannya baru saja memangkas perkiraan CPI untuk 2016 sampai minus 0,5% dari positif 0,5%.
"Dengan demikian semua arus modal ke luar akan memaksa bank sentral China terus membeli yuan, yang membahayakan bagi pondasi moneter,” ujarnya.