Bisnis.com, JAKARTA – Pertukaran data registrasi kapal antarnegara di Asia Pasifik dinilai sebagai salah satu strategi yang efektiif untu mencegah terjadinya illegal fishing.
Kepala Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor (IPB) Yon Vitner menilai pertukaran data di antara sejumlah negara sangat penting dalam upaya pemberantasan illegal fishing. Pasalnya, saat ini, belum seluruh kapal yang beroperasi telah terdaftar dalam sistem International Maritime Organization (IMO).
“Kalau sudah memiliki standar IMO itu otomatis sudah terdaftar secara legal. Tapi kan tidak semua kapal sudah teregistrasi. Kerja sama pertukaran data itu bisa jadi salah satu cara,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (14/8/2015).
Namun demikian, menurutnya, KKP perlu meneliti lebih lanjut klausul-klausul kerja sama internasional dalam penegakan hukum di bidang illegal fishing. Dalam kerja sama tersebut, harus dipastikan sistem hukum yang dianut oleh negara yang bersangkutan tidak melemahkan sistem hukum Indonesia.
Sebelum kerja sama penegakan hukum disepakati, menurut Yon, pemerintah Indonesia dapat memanfaatkan hukum positif yang berlaku di Indonesia untuk menjerat kapal-kapal asing atau kapal berbendera Indonesia yang terafiliasi dengan perusahaan asing yang melakukan kejahatan pencurian ikan di wilayah perairan Indonesia.
“Kalau memang mencuri ikan di wilayah Indonesia ya langsung bisa dijerat dengan hukum yang berlaku di sini.”
Pemerintah Indonesia mengupayakan kerja sama multinasional di wilayah Asia Pasifik guna menjerat para pelaku illegal fishing yang memiliki jaringan internasional.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah memulai pertemuan tingkat menteri dengan Malaysia dan Thailand terkait kerja sama penegakan hukum terkait illegal fishing. KKP juga telah menjalin komunikasi dengan China, Australia, Selandia Baru, serta sejumlah negara di selatan Pasifik seperti Solomon Islands, Timur Leste, dan Papua Nugini.