Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan memastikan aturan mengenai penyertaan Surat Persetujuan Muat (SPM) dalam dokumen ekspor hanya bersifat sementara.
SPM merupakan aturan yang diterapkan oleh Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) KKP. Tanpa SPM, bea cukai tidak dapat menerbitkan Surat Pemberitahuan Ekspor Barang.
Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan KKP Saut P. Hutagalung mengatakan tujuan utama penerapan aturan tersebut adalah untuk memastikan ikan yang diekspor bukan merupakan hasil praktik penangkapan ikan secara ilegal alias illegal fishing.
Aturan tersebut berfungsi sebagai penguat serangkaian kebijakan yang diambil oleh KKP dalam rangka memberantas illegal fishing. Oleh karena itu, ketika seluruh upaya penertiban yang dilakukan KKP telah menemui titik terang, aturan SPM dapat dicabut.
“Suatu saat bisa dicabut jika sudah dipastikan seluruh produk ikan bersih dari praktik illegal fishing,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Selasa (4/8/2015).
Saut mengakui pemberlakuan kembali SPM yang dimulai pada Juli 2015 telah membuat sejumlah eksportir ikan gusar. Pasalnya, aturan ini dinilai akan memperpanjang rantai birokrasi dalam prosedur ekspor sehingga dikhawatirkan akan menghambat kinerja ekspor.
Terkait hal ini, Saut telah meminta Badan Karantina untuk memberikan petunjuk teknis yang lebih rinci untuk memastikan seluruh pelaku industri memahami aturan tersebut. Di antara poin yang perlu dijelaskan, lanjutnya, adalah pembatasan produk perikanan yang wajib mencantumkan SPM.
Menurut Saut, SPM hanya dibutuhkan bagi ekspor produk perikanan tangkap. Sebaliknya, SPM tidak diperlukan bagi ekspor produk perikanan budidaya, karena tidak ada kemungkinan praktik illegal fishing dalam perikanan budidaya.