Bisnis.com,JAKARTA—Pelaku usaha produk kehutanan meminta pemerintah memangkas dana pungutan guna menekan biaya produksi yang terus naik sejak awal tahun ini.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Irsyal Yasman mengatakan dana pungutan untuk produk kayu di Indonesia terlampau banyak dibandingkan negara tetangga. Menurutnya, saat ini tercatat sebanyak delapan jenis pungutan biaya untuk usaha kayu.
Diantaranya adalah dana reboisasi, pajak, dan lainnya. Sementara negara lain, seperti Vietnam, hanya terdapat dua hingga tiga dana pungutan untuk pengusaha.
"Kalau misalkan kebijakan pemerintah bisa kurangi pungutan, mungkin ya bisa lah [tekan biaya produksi]," ujarnya kepada Bisnis.com, Senin (13/7/2015).
Apalagi, lanjutnya, pungutan-pungutan ini juga belum termasuk dana tidak resmi yang diberikan untuk masyarakat. Oleh karena itu, semakin tingginya biaya produksi ini dipengaruhi pula bila konflik dengan masyarakat masih terjadi.
Paling tidak, kata dia, pungutan-pungutan yang ditetapkan pemerintah ini bisa ditekan hingga sama dengan negara lainnya.
Iryal mengatakan biaya produksi usaha perkayuan tercatat naik 10%-15% pada semester I/2015 lalu. Meningkatnya biaya produksi ini disebabkan masih tingginya potensial konflik antar perusahaan dengan masyarakat, naiknya harga bahan bakar minyak, serta menguatnya dolar pada enam bulan belakangan.
"Katakanlah dari Rp1 juta per meter kubik, sekarang sudah lebih, kenaikan 10% itu," katanya.
Tahun ini, lanjutnya, produksi kayu diperkirakan masih sama dengan tahun lalu, yaitu sekitar 6 juta meter kubik.
Padahal, pemerintah memberikan kuota produksi untuk kayu hingga 10 juta meter kubik per tahun dengan usaha yang ada saat ini. Menurutnya, realisasi produksi tersebut karena masalah-masalah tadi belum terselesaikan.