Bisnis.com,JAKARTA--Biaya produksi usaha perkayuan tercatat naik 10%-15% pada semester I/2015 lalu.
Meningkatnya biaya produksi ini disebabkan masih tingginya potensial konflik antar perusahaan dengan masyarakat, naiknya harga bahan bakar minyak, serta menguatnya dolar pada enam bulan belakangan.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Irsyal Yasman mengatakan faktor melemahnya rupiah terhadap dolar menjadi faktor utama kenaikan biaya produksi ini. Sebab, seluruh komponen yang dibutuhkan untuk produksi kayu dibeli dalam dolar.
"Katakanlah dari Rp1 juta per meter kubik, sekarang sudah lebih, kenaikan 10% itu," katanya kepada Bisnis.com, Senin (13/7/2015).
Ke depan, lanjutnya, biaya produksi diperkirakan akan terus naik mengingat dolar saat ini masih tinggi dengan kisaran Rp13.300. Menguatnya dolar ini sudah tentu diiringi dengan kenaikan harga komponen lainnya yang akan mempengaruhi biaya produksi tersebut.
Sayangnya, lanjut Irsyal, tingginya biaya produksi tidak diiringi dengan peningkatan produksi kayu dan/atau kenaikan harga jual. Menurutnya, produksi kayu pada semester I/2015 dan untuk total tahun 2015 ini diperkirakan masih sama dengan tahun lalu.
"Masih sekitar 6 jutaan [meter kubik], 5 juta sampai 6 jutaan hingga akhir tahun ini. Tidak akan lebih dari itu" ujarnya.
Padahal, lanjut Irsyal, pemerintah memberikan kuota produksi untuk kayu hingga 10 juta meter kubik per tahun dengan usaha yang ada saat ini. Menurutnya, mrendahnya realisasi produksi tersebut karena masalah-masalah tadi belum terselesaikan.