Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penjualan Properti Lesu, Ini Efek Berganda yang Bakal Ditimbulkan

Penjualan properti dipoyeksi masih terpuruk hingga penghujung 2015. Prediksi itu disampaikan oleh begawan properti sekaligus pendiri imperium Ciputra Group, Ciputra.nn
Pekerja menyelesaikan pembangunan gedung bertingkat, di Jakarta, Senin (22/6/2015)./JIBI-Nurul Hidayat
Pekerja menyelesaikan pembangunan gedung bertingkat, di Jakarta, Senin (22/6/2015)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA--Penjualan properti dipoyeksi masih terpuruk hingga penghujung 2015. Prediksi itu disampaikan oleh begawan properti sekaligus pendiri imperium Ciputra Group, Ciputra.

Menurutnya, penyebab utama penurunan sektor properti karena pelemahan ekonomi dalam negeri dan peraturan-peraturan baru dari pemerintah yang dinilai tidak jelas. Di samping itu, bagai bumbu penyedap, melemahnya niai tukar rupiah terhadap dolar hingga tembus Rp13.400 membuat industri properti semakin terguncang.

"Tahun ini [properti] masih melesu. Tahun depan diharapkan sudah bisa bangkit," katanya kepada Bisnis.com, pekan ini.

Kendati demikian, kondisi properti pada tahun ini tidak seburuk jatuhnya industri tersebut pada tahun 1998. Baginya, kondisi tahun ini hanyalah sebuah koreksi untuk menuju keadaan yang lebih stabil.

"Properti tahun ini masih jauh dari apa yang terjadi di 1998. Itu [1998] yang paling buruk. Itu hanya sekali seumur hidup, sekali selamanya. Itu tidak akan terulang lagi," tegasnya.

Baginya, peraturan perpajakan yang turut melibas sektor properti pada tahun ini hanya bersifat sementara. Dia merujuk terhadap revisi beleid pajak barang sangat mewah oleh Menteri Keuangan.

Adapun PPh Pasal 22 itu mengatur pengenaan pajak barang sangat mewah pada hunian seharga di atas Rp 5 miliar, padahal sebelumnya pajak itu ditetapkan pada hunian di atas Rp10 miliar.

Oleh karena itu, Ciputra mengaku perusahaan properti yang terbagi dalam empat subholding itu sedang melakukan efisiensi dan inovasi pengembangan. Kendati demikian, efisiensi yang dia lakukan tidak menjurus pada pemangkasan ongkos produksi atau cutting cost.

"Bagiamanapun kami tidak sampai melakukan cutting cost. Selama ini kami tidak berpikir kesana dan belum ada yang namanya cutting cost, tuturnya.

Ciputra melanjutkan, strategi yang diterapkan perusahaan di bawah payung bendera Ciputra Group adalah memaksimalkan pengembangan produk hunian kelas menengah ke bawah.

"Kami sekarang lebih konsen ke hunian menengah ke bawah daripada ke hunian mewah. Ini kami lakukan sampai market normal kembali," tuturnya.

Menurutnya, kebutuhan rumah segmen tersebut masih sangat besar. Hal itu diakuinya berbeda dengan pasar ruang perkantoran yang sudah oversupply atau kelebihan pasokan.

Mengenai hunian mewah, lanjut dia, perusahaan hanya akan membangun jika ada pesanan atau permintaan. Pasalnya, pasar segmen tersebut sedang mengalami penurunan.

"Sekarang gini saja, ada enggak yang beli [hunian mewah] kalau dikenakan pajak bertubi-tubi," katanya.

Dia menyontohkan pihaknya kini sedang fokus mengembangkan proyek skala kota di Maja, Lebak, Banten. Adapun proyek di bawah bendera PT Ciputra Residence itu telah berhasil menjual 6.500 unit rumah pada tahap pertama. CitraMaja Raya yang dikembangakan di atas lahan seluas 2.000 ha itu dipasarkan mulai akhir 2014.

Direktur Utama PT Jababeka Tbk Setyono Djuandi Darmono menegaskan pihaknya tidak bakal merambah hunian mewah. Dengan sektor properti yang melambat, hal yang perlu dilakukan adalah diversifikasi produk.

"Jababeka tidak akan menyentuh hunian sangat mewah. Kami lebih berinovasi pada produk pariwisata dan hospitality," katanya kepada Bisnis.com saat ditemui di kesempatan yang sama.

Baginya, untuk menyemarakkan sektor properti yang lesu, perseroan menggali pendapatan dari jasa pelayanan. Selain itu, dia menggalakaan perumahan skala kota di kawasan industri dengan segmen menengah ke bawah.

Dia melanjutkan, baru-baru ini perusahaan merilis dua kawasan baru bertajuk Medical City dan Movie Land. Kedua proyek itu dikembangkan Cikarang, Bekasi guna mendukung dan melengkapi kawasan industri.

Country Head Knight Frank Indonesia Wilson Kalip membenarkan langkah pengembang untuk melakukan inovasi pengembangan proyek. Tidak hanya itu, peran presiden Joko Widodo juga diharapkan untuk membuat terobosan baru terkait insentif pada sektor properti agar bangkit.

"Pada kuartal I/2015, penurunan penjualan properti sudah 15%. Saya memperkirakan, properti bisa jatuh hingga 40% hingga Desember 2015," katanya.

Turunnya penjualan properti, lanjut dia, berpotensi buruk terhadap dunia usaha di Indonesia. Pasalnya, turunnya penjualan akan berdampak pada 130 industri terkait semacam semen, keramik, baja, besi, cat hingga jasa broker dan jasa konsultan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper